KEBUN ANGGUR ITU AKAN DISEWAKAN
KEPADA PENGGARAP-PENGGARAP YANG LAIN
Bacaan 1, Yesaya 5,1-7; Mazmur Tggp, 80; Bacaan 2: Filipi 4,6-9; Bacaan Injil:
Matius, 21,33-43
INTRODUKSI
Ada
sepasang keluarga muda yang baru menikah. Mereka terpaksa harus berpisah karena
sang suami harus ikut wajib militer di negeri yang jauh, entah untuk berapa
lama. Karena perang itu bisa berlarut-larut, maka sebelum berpisah sang suami
berpesan kepada isterinya, “Aku sangat mencintaimu. Namun, aku tidak sampai
hati menyiksamu sendirian dalam kesendirian dan kesepian. Sekiranya ada pria
lain mencintaimu dan kamu mencintainya, aku ikhlaskan kalian untuk menikah.”
Berangkatlah
sang suami ke medan perang. Tahun demi tahun berlalu. Ia tidak pernah sekalipun
mengirim surat kepada isterinya. Akhirnya, perang selesai dan ia boleh pulang.
Lalu ia menulis surat kepada isterinya, “Kalau kamu tidak menikah lagi dengan
pria lain dan setia menunggu kedatanganku, tolong memberi tanda dengan
mengikatkan seutas sapu tangan kuning pada sebuah cabang pohon oak yang tumbuh
di depan rumah kita. Tapi kalau kamu sudah menikah dengan pria lain, kamu tidak
perlu memberi tanda apa-apa. Aku akan berbalik dan meninggalkan rumah kalian.”
Pada
suatu senja hari sampailah ia di depan rumah mereka. Ia hampir tak sanggup
menatap ke ranting-ranting pohon oak itu. Dengan segala kekuatannya dia
memandang lurus-lurus ke pohon oak itu. Ia hampir tak percaya. Ia bukan hanya
melihat seutas sapu tangan kuning, melainkan puluhan sapu tangan kuning yang
melambai-lambai kepadanya. Ia segera masuk ke rumah dan menjumpai isterinya
yang setia selamanya.
Kesetiaan
adalah kunci keutuhan keluarga. “Aku akan setia kepadamu dalam untung dan
malang, saat sehat maupun sakit,” itulah janji pernikahan suami isteri yang
harus selalu diperjuangkan. Keluarga yang utuh ditentukan oleh kualitas cinta
kasih suami isteri.
URAIAN KITAB SUCI
Bacaan-bacaan
Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk merenungkan dua hal pokok dalam
hidup keberimanan kita. Kedua hal itu ialah kesetiaan dan tahu
diri.
Bacaan
Injil hari ini sangat menarik karena mengisahkan tentang seseorang yang
memiliki kebun anggur. Dia membuka kebun anggur, kemudian menanam anggur dan
kemudia dia pergi ke luar negeri. Namun sebelum dia berangkat, dia menyewakan
kebun anggur itu kepada penggarap-penggarap; yang tentu pada suatu ketika kalau
dia kembali dari luar negeri, dia akan mengadakan perhitungan-perhitungan
dengan mereka mengenai keuntungan yang didapat.
Menurut
bacaan pertama, pemilik kebun anggur ialah Tuhan sendiri, kebun anggur adalah
bangsa Israel sedangkan penggarap-penggarap ialah para pemimpin politik dan
spiritual bangsa Israel. Jadi bangsa / masyarakat / rakyat Israel diibaratkan
sebagai kebun anggur. Keberadaan dan hidup mereka diserahkan Tuhan atau “disewakan”
kepada para pemimpin politik dan spiritual (ahli Taurat dan Orang Farisi) untuk
menjaganya dan merawatnya serta mengembangkannya untuk dapat bertumbuh dengan
baik sebagai masyarakat atau bangsa pilihan Tuhan.
Teteapi
dalam kenyataannya, para pemimpin orang Israel ini tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Mereka malah membenci utusan-utusan Tuhan dalam diri para Nabi,
dan bahkan Putera-Nya sendiri dan bahkan membunuh mereka semua. Para pemimpin
bangsa Israel menjadi tidak setia, tidak mau bertanggung jawab atas
pemeliharaan hidup bangsa Israel. Mereka bahkan berusaha memeras umat dengan pajak
yang tinggi, menuntut persembahan di atas altar, serta aturan-aturan lain yang
menguntungkan pribadi mereka.
Tindakan-tindakan
seperti inilah yang tidak disukai Tuhan, yang akhirnya menyebabkan Tuhan
mengambil kembali kebun anggur-Nya dan dikelola atau dirawat oleh
penggarap-penggarap yang lainnya.
APLIKASI - PRAKTIS
Nabi
Yesaya dalam bacaan pertama dan Matius melalui bacaan Injil pada hari minggu
ini, mengajak kita untuk merenungkan beberapa hal untuk dihidupi selama minggu
ini:
- Yesus mengajak kita untuk menerima tugas dengan setia.
Para penggarap kebun anggur menjadi contoh orang-orang yang tidak setia
(Mat 21:33-43). Mereka menyalahgunakan kepercayaan. Hati mereka jahat dan
dipenuhi nafsu membinasakan sesama. Bapak-ibu (suami isteri) serta
anak-anak mendapat kepercayaan dari Tuhan untuk membangun rumah tangga
yang bahagia. Sebagai anggota religius, diajak untuk setia memelihara komunitas
religius atau biara agar semua memiliki kebahagiaan bersama.
- Yang kedua, adalah bahwa jika kita semua telah
dengan setia membangun rumah tangga atau komunitas dan juga dengan setia
menjaga dan merawat orang-orang yang dipercayaan kepada kita (yang diibaratkan
dengan kebun anggur), maka kita telah berusaha bertanggung jawab dengan
itu. Semua orang yang tinggal bersama kita, entah siapapun itu: suami,
istri, anak-anak, teman sekomunitas biara, mereka adalah titipan Allah
yang harus dijaga dengan baik dan secara bertanggung jawab. Sudahkah kita
bertanggung jawab memelihara dan menjadi orang-orang yang hidup bersama
kita?
- Sikap ketiga ialah tahu diri. Para penggarap
dalam bacaan pertama dan kedua, telah menunjukkan pribadi sebagai orang
yang tidak tahu diri. Kepada mereka sudah dipercayakan kebun anggur,
tetapi akhirnya mereka ingin merampasnya dari Tuhan, dan mereka membuat
para utusan Tuhan susah, menderita, dan bahkan anak pemilik kebun anggur
juga ditangkap dan dibunuh. Ini tindakan keji dan sangat tidak baik.
Kepada kita diajak untuk juga tahu diri. Berhadapan dengan titipan Tuhan
(mereka yang hidup bersama kita), kita hanya bisa merawat, memelihara dan
membuat dia atau mereka berkembang. Tetapi kita tidak dibenarkan memeras
mereka, mengambil untung sebesar-besarnya dari mereka, melalui tindakan
mencuri, korupsi, mengambil laba yang besar sekali, dan akhirnya membuat
orang lain tercekik lehernya dan sulit membuat wajahnya tersenyum karena
beratnya beban yang ditanggungnya.
Kita
menyerahkan seluruh niat baik kita kepada Tuhan, sembari berharap agar Tuhanlah
yang dapat menolong kita untuk hidup dengan layak, setia, bertanggung jawab dan
tahu diri dalam berelasi dengan Tuhan setiap hari dalam hidup kita. Amin
Telukdalam, 05 Oktober 2014