Senin, 30 Desember 2013

Maria Bunda Allah: Kotbah Tahun Baru, 1 Januari

Kita semua kenal pipa air. Kita juga kenal St. Maria yang menjadi Ibu Yesus. Yang menjadi pertanyaan di awal renungan ini adalah: Apa persamaan antara Pipa dengan St. Perawan Maria Bunda Allah? Persamaan antara Pipa dengan Sta. Perawan Maria Bunda Allah sebetulnya terletak pada : Perannya sebagai penyalur.

Pipa Air berfungsi menyalurkan air dari sumbernya sampai ke dalam rumah sehingga seluruh anggota keluarga dalam rumah boleh menikmati air dari sumbernya melalui pipa tersebut.

Sta. Maria Bunda Allah adalah penyalur rahmat dari Tuhan sebagai sumber rahmat sempurna kepada semua manusia sehingga manusia mengalami keselamatan dalam Yesus.

Sebagai penyalur, ada satu ciri yang ada dalam dirinya. Pipa air sebagai penyalur air dari sumber air kepada manusia, tidak pernah mengeluh dalam memberikan diri sebagai tempat aliran air yang memuaskan dahaga manusia melintas batas, tanpa membeda-bedakan.

Bunda Maria sebagai penyalur rahmat, tidak ingat diri, tidak egois, selalu mengingat dan mengutamakan keselamatan banyak orang, mengutamakan kebaikan banyak orang, mengutamakan kesejahteraan banyak orang, mengutamakan kedamaian dan kebahagiaan banyak orang.

Pada Hari Raya St. Perawan Maria Bunda Allah ini, kita menyadari Bahwa Tuhan Yesus adalah rahnat terbesar yang Tuhan berikan kepada kita untuk keselamatan universal, melalui Bunda Maria Bunda Allah.

Tuhan Yesus Kristus disebut sebagai Adam Baru, sangat berbeda dengan Adam Pertama yang disebut sebagai Adam Lama. Adam Lama memporakporandakan Firdaus yang indah sempurna yang diberikan Tuhan, dengan dosa egoisme dan kesombongannya. Sedangkan Yesus Kristus sebagai Adam Baru, menciptakan kembali Firdaus yang telah hilang itu, dan membuka pintu bagi banyak orang untuk masuk di dalam Firdaus Baru di dalam diriNya.

Yesus Kristus adalah Penyalur Rahmat dari Tuhan kepada manusia dan menjadi pintu bagi manusia menuju Tuhan di dalam Surga, melalui Korban di Salib, wafat, dan bangkit pada hari ketiga.


Kita masuk Tahun Baru dengan Pribadi Baru. Syaratnya satu,  jadikan diri penyalur rahmat bagi sesama. Sesama itu adalah keluarga besar Timor di Timika. Sesama itu adalah Keluarga kita di Timor yang kita tinggalkan. Sesama itu adalah mereka yang ada di sekitar kita lintas batas.

Untuk itu kita harus korban. Korban pikiran, tenaga, dan materi. Ini kita miliki berarti kita adalah manusia baru di tahun baru. Kita harus korban dalam kehidupan sosial masyarakat, maupun dalam kehidupan iman kita, untuk kepentingan bersama.

Dasar korban kita adalaha Iman kita akan Yesus yang berkorban bagi keselamatan kita. Maka kita pun harus berkorban untuk keselamatan sesama. Dengan itu kita merayakan Tahun Baru Pribadi Baru.

Maria Bunda Allah

PENGANTAR
Tahun Masehi dimulai dan dirayakan pada tanggal 1 Januari, seminggu sesudah kelahiran Yesus. Secara liturgis hari ini masih termasuk dalam Oktaf Natal. Sebelum Konsili Vatikan II hari awal Tahun Baru Masehi dirayakan sebagai Pesta Sunat Yesus dan sebagai Pesta Nama Kudus Yesus. Sesudah KV II hari ini dirayakan sebagai Hari Raya Santa Maria Bunda Allah. Dan juga disebut sebagai Hari Doa Sedunia untuk Perdamaian. Kalau Gereja memberi pelbagai nama kepada Tahun Baru, bukankah itu suatu ajakan kepada kita sebagai orang Kristiani, untuk bukan hanya merayakan Tahun Baru secara profan lahiriah betapapun meriahnya, namun juga bahkan terutama sebagai Hari Raya Rohani?

HOMILI
Di dunia Bagian Timur pemberian nama kepada anak adalah ungkapan ciri khas pribadi, hidup dan perbuatan, yang diharapkan dari anak yang dilahirkan. Yesus dalam kata asli Ibrani atau Aramais berarti “Yahwe menyelamatkan”.

Sesudah Konsili Vatikan II pada tanggal 1 Januari selanjutnya setiap tahun dirayakan Hari Raya Bunda Maria Bunda Allah. Kata Maria berasal dari kata Ibrani Miriam, yang mungkin berasal dari kata Mesir, yang berarti “yang dikasihi”. Dalam kenyataannnya Maria adalah teladan pendengar asli sabda Allah. Ia menerima dan taat sepenuhnya akan sabda Allah, walaupun ia tidak tahu bagaimana sabda ilahi itu akan menjadi kenyataan. Maria tidak selalu mampu memahami sabda Allah itu lewat segenap hidup Yesus. Namun penuh kepercaya-an dan keyakinan Maria selalu setia akan jawabannya “Fiat”, “Terjadilah padaku”, yang disampaikannya kepada malaikat Gabriel. Maria selalu “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:1). Baru sekitar tigapuluh tiga tahun di kemudian hari, pada hari Jumat siang di Kalvari, di kota Yerusalem, Maria dapat mengalami dan menghayati tanggung-jawabnya sepenuhnya atas “Fiat”, “Ya, terjadilah padaku” yang diucapkannya.

Maria adalah Bunda Yesus Penebus kita. Memang peranan Maria sebagai Bunda Penebus bukanlah peranannya sebagai Penebus itu sendiri. Namun seluruh umat manusia, kita semua ini, ditebus dan diselamatkan oleh Yesus berkat kerelaan dan kesediaan Maria menjadi Bunda Yesus sebagai manusia seperti kita!

Karena itulah Gereja mengajak kita umat kristiani pada awal tahun 2013 ini mengarahkan perhatian kita kepada Maria Bunda Allah, Bunda Yesus Kristus dan Bunda kita, agar ia menyertai kita dalam menempuh perjalanan hidup dan pelaksanaan tugas panggilan kita dengan sikap dasar hatinya: Fiat! Kita diajak untuk melangkah ke depan dengan kesediaan hidup dan bertindak seperti Maria!

Renungan ini diambil dari kumpulan Homili Mgr. FX. Hadisumarta O.Carm link: http://imankatolik.or.id/homili_mgr_hadisumarta_ocarm.html

Sergius Lay

Minggu, 29 Desember 2013

Keluarga Kudus Nazareth, 2013 - A

EXORDIUM:
Kita semua hidup dan bertumbuh di dalam keluarga. Dan bagaimana situasi dalam keluarga kita, kita semua bisa mengalami sendiri. Namun secara umum, kita sering mendengarkan situasi kehidupan berkeluarga, baik kita sendiri maupun orang lain.
Karena itu, tidak heran jika kita mendengar cerita dan melihat dari dekat bahwa keluarga si A itu selalu rukun, baik, selalu bersama-sama kalau bepergian, ada doa bersama waktu makan dan sebelum dan setelah bangun tidur, dan lain-lain. Tetapi tidak heran juga kita dengar dan kita lihat bahwa ada keluarga yang tidak akur, tidak pernah ada makan bersama dalam keluarga setelah 5 atau 6 tahun menikah, bertengkar terus setiap hari, masing-masing tidak tahu siapa pergi ke mana dan kapan juga kembali, ada juga salah seorang dari mereka yang lari kembali ke rumah orangtuanya, ada juga yang disebut dengan single parent, ada juga kekerasan dalam rumah tangga, dan masih banyak lagi.
Hari ini, Gereja Katolik kita memestakan hari Keluarga Kudus Nazareth. Pesta Keluarga Kudus Nazareth ini ditetapkan oleh Paus Leo XIII pada tahun 1893 yang dirayakan antara tanggal 7 sd 13 Januari setiap tahunnya. Namun sejak tahun 1969, dirayakan pada hari Minggu Pertama setelah Natal, antara Natal dan Tahun Baru.
Paus Leo XIII menetapkan Hari Raya Keluarga Kudus dengan maksud agar semua orang dan keluarga Katolik, terutama setelah Natal, bisa sebentar mengarahkan perhatian mereka secara khusus kepada hidup keluarga kudus di Nazareth sebagai model atau contoh kehidupan keluarga mereka.
  
CORPUS
Bagaimana bacaan-bacaan pada hari mengajarkan kita tentang ciri khas dari hidup keluarga kudus itu?
Bacaan pertama dari Kitab Putera Sirakh, mengatakan bahwa ciri bahwa sebuah keluarga adalah “keluarga kudus”, ditandai kesetiaan dan ketakwaan anak-anak dalam menghormati ibu-bapanya. “Barang siapa menghormati bapanya memulihkan disa, dan siapa memuliakan ibunya serupa dengan orang yang mengumpulkan harta… barang siapa memuliakan bapanya, akan panjang umurnya, dan orang yang taat kepada Tuhan akan menenangkan hati ibunya. Tekanan utama yang menjadi ciri dari keluarga kudus dalam bacaan pertama ialah sikap dari anak-anak untuk menghormati, menghargai dan dan mengasihi orangtua secara tulus. Kekudusan seorang anak ditandai dengan sikap-sikap tersebut dan mewarnai seluruh hidup dan pertumbuhan anak dalam keluarga.
Dalam mazmur juga mengatakan tentang ciri dari keluarga kudus itu. Dikatakan bahwa sebuah keluarga disebut sebagai keluarga kudus, kalau seorang istri dapat tumbuh subur bagaikan pohon anggur, anak-anak selalu mengelilingi meja bagaikan tunas zaitun dan seorang suami adalah orang yang sungguh-sungguh bertakwa kepada Tuhan, yang takut akan Tuhan dan yang selalu melaksanakan perintah-perintah Tuhan.
Rasul Paulus dalam bacaan kedua, menasihati jemaatnya yang ada di Kolose untuk menghidupi keutamaan-keutamaan dalam hidup berkeluarga dalam nama Yesus Kristus. Keutamaan-keutamaan itu antara lain: mengenakan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Paulus juga mengajar suami, istri dan anak-anak untuk bisa melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan kewajibannya.
Dan seluruh ciri dari keluarga kudus yang dikatakan oleh kitab Sirakh, Mazmur dan Paulus tadi terangkum sungguh-sungguh dalam kehidupan keluarga Yusuf, Maria dan Yesus; yang selalu disebut dengan keluarga Nazareth.
  
KELUARGA NAZARETH
Yusuf Pelindung dan Penurut
Dalam Injil Matius, Yusuf dilihat sebagai seorang suami yang penurut terhadap apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Tidak tidak pernah protes dalam melaksanakan perintah Tuhan, walaupun itu hanya melalui mimpi. Ketika Tuhan menyuruh dia untuk mengambil Maria sebagai istri, dia laksanakan. Ketika disuruh untuk bawa ke Mesir dan kembali dari Mesir anak dan istrinya Maria, juga juga ikut saja.
Sikap Yusuf juga nampak bahwa dia sebagai seorang suami dan ayah yang selalu melindungi Maria dan Yesus. Ketika ada ancaman dari Raja Herodes, dia cepat mengikuti perintah Tuhan untuk menyelamatkan Maria dan Yesus ke Mesir.
Maria: Penurut dan Perawat
Sejak Maria diperkenalkan oleh malaikat bahwa Ia telah mengandung dari Roh Kudus, Maria dikenal sebagai seorang pribadi yang bersahaja, pendiam (tidak banyak bicara) tetapi justru menyimpan semua perkara di dalam hatinya, setia merawat dan membesarkan bayi Yesus itu. Di hadapan Tuhan Maria adalah pribadi yang penurut dan pendengar setia.
Selain itu, Maria juga setia membesarkan dan mendidik Yesus sebagai pribadi yang kokoh dan kuat. Kita tahu bahwa selama 12 tahun, Yesus hidup dan bertumbuh bersama Maria dan Yusuf dan tentu, Yesus dididik dan dirawat dengan sangat baik. Anak yang baik dan sukses muncul dari orangtua yang setia merawatnya dengan setia, sabar dan bertanggung jawab.
Yesus: Penurut dan Taat
Sementara tentang Yesus sendiri tidak banyak dikatakan sampai DIA berumur 12 tahun. Hanya di bagian lain dari Injil dikatakan bahwa, Yesus bertumbuh dan menjadi dewasa di dalam keluarga Yusuf dan Maria. Tetapi kita bisa bayangkan bahwa kalau Yesus bisa menjadi seorang pribadi yang kuat dan dewasa karena dididik dan dibesarkan secara baik dan secara bersama-sama oleh Maria dan Yusuf.

CONCLUSIO
Hari ini kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Kenapa keluarga Yusuf dan Maria disebut keluarga kudus? Apakah karena mereka tidak pernah cekcok? Apakah karena mereka selalu rajin pergi ke sinagoga atau apakah mereka tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidup berkeluarga? Saya yakin bukan! Mereka disebut Keluarga Kudus karena hadir di sana, Yesus Kristus Putra Allah. Kehadiran Yesus menguduskan hidup keluarga itu secara lahir maupun batin. Suasana hidup keluarga dipengaruhi oleh kasih dan damai yang dibawa Yesus.
Oleh karena itu, kalau kita orang-orang percaya ini mau menjadikan keluarga kita sebagai keluarga kudus, pertama-tama bukan berarti keluarga kita harus bebas dari salah, bukan berarti tiap-tiap anggota tidak melakukan kekeliruan, melainkan keluarga kita mau menerima serta membiarkan diri dipengaruhi oleh Yesus, yang kita imani.
Yang paling penting ialah bagaimana kita berusaha untuk menciptakan sebuah sebuah keluarga (dan juga komunitas) sebagai Gereja mini dan rumah makan mini di dalamnya ada doa, ada makan bersama, ada cerita bersama, ada saling menghormati, patuh, setia, dan lain sebagainya. Keluarga bukanlah sebuah apartemen, di mana masing-masing boleh datang, tidur, makan dan pergi seenaknya, tapi keluarga adalah sebuah kebersamaan di dalam Allah, kebersamaan di dalam Kristus.
Dan salah satu tugas kita semua ialah bagaimana membuat semua anggota keluarga kita untuk merasa nyaman dan memiliki kerinduan untuk pulang dan tinggal di dalam rumah keluarga kita.
(Mereka tidak lepas dari segala persoalan, Yusuf dan Maria yang selalu berkorban, dan taat kepada kehendak Tuhan)
(beri contoh tentang sikap anak-anak)


Telukdalam, 29 Desember 2013

Sabtu, 28 Desember 2013

Keluarga Kudus Nazareth, Model keluarga Bahagia

Manusia seringkali terperangah dengan sistem dan cara kerjanya sendiri. Bahkan tidak jarang pula manusia jatuh dalam pemiskinan dan arogansi moral yang berlebihan. Anak-anak yang mulai khawatir bahkan lari dari kehidupan orang tuanya. Ayah, ibu, maupun anak-anaknya mulai bertindak tanpa dilandasi dengan sebuah nilai-nilai moral yang benar. Pimpinan yang selalu menuntut ini dan itu tanpa dibarengi dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasionalistis. Anggota-anggota Gereja yang mulai enggan untuk mengikuti kegiatan peribadatan, dan lain sebagainya. Terhadap fakta-fakta ini Romo Magnis Suseno, S.J.  mengatakan demikian: “manusia mewujudkan nilai moral bukan dengan memperhatikan realitas  melainkan dengan bertekad untuk  bertindak secara moral. Dalam dunia kersang bebas tanpa nilai itu kehendak bergerak secara lepas, terisolasi tanpa substansi, bak bayang-bayang berpegang pada bayang-bayang, sebuah solipsisme moral yang menyedihkan”.
Kita umat Kristiani turut prihatin atas kemerosotan-kemerosotan yang terjadi akhir-akhir ini. Atas dasar sebuah realitas dan fakta yang demikian perlulah kita menggali kembali apa yang menjadi pedoman dan spiritualitas dalam melakukan sebuah karya pelayanan baik dalam keluarga, komunitas, Lingkungan tempat tinggal maupun dalam lingkungan kerja. Kita perlu menimba kembali hal-hal yang menjadi dasar spiritualitas kita dalam melakukan sebuah karya pelayanan, dalam memaknai kehidupan. Bertepatan dengan hal tersebut, dalam bulan Desember ini kita merayakan dua perayaan besar yakni perayaan Natal dan Tahun Baru   dan pesta Keluarga Kudus Nazareth. Karena itu dalam artikel kecil ini saya mencoba untuk menggali Spiritualitas Keluarga Kudus Nazareth dalam kerangka karya pelayanannya di dunia ini.
Hakekat Keluarga
Keluarga merupakan persekutuan antara orang tua dan anak-anak. Keluarga dapat disebut sebagai lembaga sosial alami. Sebab kebutuhan dan keterikatan anak-anak, kasih sayang dan usaha-usaha alami dari orangtua serta ikatan-ikatan darah dengan semua kekerabatan badani dan rohani mampu menyatukan dan melampaui berbagai macam rintangan. Sasaran dan tugas-tugas keluarga ini berupa membesarkan anak-anak serta memperhatikan kebutuhan sehari-hari para anggotanya.  Dapat kita katakan bahwa terdapat 3 fungsi utama keluarga yakni Pertama,  keluarga adalah satuan ekonomi dasar. Sebagai satuan ekonomi dasar keluarga menyediakan bagi manusia kebutuhan sehari-harinya akan makanan, perumahan dan pakaian. Semua yang termasuk dalam keluarga bersangkutan dan yang mampu menyumbangkan kerja atau pendapatan mereka untuk perawatan rumah tangga diharapkan terlibat dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga tersebut.
Kedua, Keluarga adalah satuan pendidikan dasar. Perkembangan intelektual dan moral pribadi manusia amat bergantung pada pendidikan di dalam keluarga. Dalam keluarga inilah masing-masing individu anak menerima pengetahuan dan pemahaman pertama tentang dunia di sekitarnya. Dalam keluarga inilah mereka pertama kali diajarkan tentang cinta kasih timbal balik tanpa pamrih. Di dalam kehidupan keluarga ini juga mereka mengalami berbagai macam nilai-nilai kehidupan seperti keadilan, kesediaan untuk menolong sesama, tenggang rasa, kejujuran, keikhlasan, ketekunan dan lain sebagainya.  Pendidikan yang dialami ini tidak hanya dirasakan oleh pihak anak semata tetapi juga membawa serta pengaruh edukatif bagi orang tua itu sendiri. Orang tua ditantang untuk menampilkan kemampuan dirinya yang terbaik guna menggapai tujuan agung dan mulia yakni sebuah keluarga yang bahagia. Tanggungjawab orang tua merupakan suatu stimulus bagi orang tua itu sendiri. Demikianlah “anak-anak dengan cara mereka sendiri ikut serta menguduskan orang tua mereka” (GS 48).
Ketiga, Keluarga adalah persekutuan spiritual dasar bagi manusia. Kehidupan keluarga yang berlandaskan pada kasih, kepercayaan, penghormatan dan penghargaan dapat membawa sebuah wahana spiritual. Di sana terdapat sebuah sikap yang saling bertukar pendapat, keyakinan, nilai dan tingkah laku, sharing pengalaman kegembiraan dan dukacita, keberhasilan dan cobaan, kerinduan untuk berkomunikasi, bersahabat, keindahan, permainan,dan rekreasi. Hal-hal tersebut   tidak ditemukan dalam kelompok manapun selain mendapat kepenuhannya yang paling dasar dalam lingkaran orangtua, saudara-saudari dan sanak kerabat. Keluarga menyediakan sentuhan pribadi, lingkungan insani yang hangat, persahabatan dan kasih sayang yang sangat dibutuhkan orang dimana saja. Keluarga adalah rumah tangga iman yang dipanggil untuk mewariskan iman para leluhur, membudidayakan tradisi keagamaan serta menterjemahkan keyakinan-keyakinan religius ke dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai tradisi dan perayaan ini memberi kepada keluarga suatu cita rasa keikatsatuan dan jati diri religius.

Keluarga Kudus Nazareth
Dalam lingkup keluarga,  Yusuf, Maria dan Yesus mengalami dan merasakan kepenuhan akan kebutuhan jasmani maupun rohani yang sangat mendalam. Berdasarkan pada latarbelakang masing-masing, mereka diutus untuk bersatu membentuk sebuah keluarga baru yang di dalamnya saling memberi dan menerima, mendidik dan dididik. Mereka saling belajar satu sama lainnya baik dalam menyelesaikan berbagai macam masalah kehidupan maupun dalam meningkatkan perkembangan rohaninya. Walau mereka memiliki keterikatan batin yang kuat namun ketiganya tetaplah pribadi-pribadi yang tidak melebur dalam pribadi yang lainnya. Masing-masing tetap memiliki kekhasannya, pribadi yang mandiri dan utuh serta yang memiliki perannya masing-masing. Dalam pemahaman yang lebih jauh, mereka memiliki kesamaan  problem yang membutuhkan keterlibatan dari masing-masing pribadi mereka. Kepadanya, masing-masing mereka harus mampu mengambil sebuah tindakan tegas untuk ikut serta dalam karya keselamatan Allah atau tidak. Karena itu dalam kebebasan, tanpa paksaan dari apapun  dan siapapun keputusan penting harus mereka ambil. Sambil berdiri dihadapan misteri Ilahi, mereka menemukan bahwa mereka hanya mempunyai satu hidup yang harus dihidupi yakni hidup demi Allah. Menerima kenyataan tersebut dan menghayatinya berarti mereka menerima rahmat dan menemukan bahwa semua yang dari kehidupan adalah baik.
Kehadiran Keluarga Kudus Nazareth ini diawali dengan memperlihatkan tokoh Yusuf keturunan Daud yang kemudian menurunkan daftar silsilah Yesus. Laki-laki yang rendah hati ini berdiri pada awal dan fajar keselamatan. Dialah yang menurut hukum Yahudi memberikan kaitan Yesus dengan umat Israel. Pribadi Yusuf  dipilih Allah untuk menjadi ayah biologis dari Yesus. Pilihan Allah terhadap Yusuf ini tidak hanya didasarkan pada sebuah  sikap kebetulan semata, yang pada waktu itu dia sedang bertunangan dengan Maria tetapi juga karena merupakan rencana yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Injil Matius menegaskan bahwa manusia Yesus termasuk  dalam deretan keluarga-keluarga dan generasi-generasi Daud yang rajawi, ahli waris janji-janji mesianik. Seorang Mesias yang akan datang berasal dari keturunan Daud (Mat 1:1-17). Tokoh Yusuf kemudian dihadapkan pada sebuah pilihan hidup yang sangat penting. Ikut terlibat dalam tawaran yang telah Allah berikan kepadanya, yakni untuk menjadi Bapa bagi penyelamat dunia ataukah tidak. Allah memberikan kebebasan kepadanya untuk memutuskan apakah ia tetap mengambil Maria sebagai istrinya dengan konsekuensi bahwa menerima Maria yang telah mengandung ataukah tidak. Berkat kekuatan dan peneguhan malaikat yang datang melalui mimpinya, ia memutuskan untuk tetap mengambil Maria  sebagai istrinya. Kepercayaan dan penyerahan diri secara total dalam rencana karya penyelamatan Allah ini memberikan konsekuensi kepadanya untuk berani bertanggungjawab terhadap keputusan yang telah dipilihnya tersebut. Sebagai seorang kepala keluarga ia harus mampu menjaga, melindungi, mendidik dan memberikan nafkah kepada keluarganya. Kenyataannya bahwa Ia dengan setia dan penuh iman menaruh seluruh kepercayaannya kepada Allah. Bersama Maria istrinya yang sedang mengandung, ia pergi ke Bethlehem untuk mendaftarkan diri kepada Kaisar dan mencari penginapan bagi istrinya untuk melahirkan Putra pertamanya. Dalam pencariannya, tidak satupun tempat penginapan yang mau menampung istrinya sehingga kandang dombapun dijadikannya sebagai tempat penginapan. Tidak hanya itu, sesudah kelahiran puteranya, ia diajak Tuhan untuk membawa keluarganya ke tanah Mesir yang kemudian menetap di Nazareth. Dengan kata lain, berkat kesetiaan, kepercayaan dan penyerahan dirinya secara total kepada Allah,  Ia memberanikan dirinya untuk mau menanggung segala resiko dan terus menerus mencari kehendak Allah bagi dirinya.
Maria, yang dalam kerendahan hatinya, mampu menjadi suri teladan bagi keluarganya. Maria adalah makhluk yang tiada duanya dalam dirinya sendiri dan yang mempunyai relasi dengan Allah  secara istimewa. Maria dilukiskan oleh para penginjil sebagai seorang tokoh yang unggul. Keunggulannya nyata dalam cara hidup dan sikap hatinya yang miskin serta rendah hati di hadirat Allah (Luk 1:38). Para penginjil menyebut Maria sebagai kaum anawim yakni kaum yang merasa diri bukan apa-apa dan tidak mempunyai apa-apa di hadapan Allah. Semua harapan mereka ada di hadapan Allah dan hanya dalam Dia mereka mencari dan menemukan keselamatan kekal. Atas dasar imannya, Maria mengenal cara Allah terlibat dalam sejarah hidup umat pilihannya. Tindakan Allah seperti menciptakan alam semesta, membebaskan bangsa terpilih, penyeberangan laut merah, mukjizat-mukjizat di padang gurun dijadikan sebagai sasaran madah pujian bagi Allah (Luk1:46-55). Karena itu Allah berkenan memberikan kerelaan dan memberkatinya. Bentuk konkret rahmat Allah dan penyertaan Allah dalam dirinya dirasakan oleh orang lain. Melalui dirinya kehadiran Allah semakin dirasakan  melindungi, menyelamatkan, menggembirakan, dan memuaskan kerinduan. Elisabeth saudarinya menyebutnya berbahagia. Sebab, Allah telah mempercayakan tugas pelayanan yakni menjadi Bunda Ilahi dan rencana Allah tersebut diterimanya dengan rela hati.
Kesatuan Maria dengan Puteranya, Yesus Kristus terjalin dalam iman dan kasih (LG 53). Cinta kasih yang tiada taranya dan yang dibangun atas dasar penyerahan total kepada Allah. Walaupun kehidupannya begitu dekat dengan Allah dan Putranya Yesus, namun Maria yang bereksistensi di dunia tetap merupakan sebuah peziarahan iman. Artinya, Maria masih terus mencari jalannya rencana Allah yang tidak diberitahukan terlebih dahulu. Maria tidak pernah luput dari segala problem penderitaan dan godaan. Namun Ia menjadi teladan bagi para beriman sebab ditengah duka derita insani, ia tetap mempertahankan pengabdiannya kepada Tuhan. Ia tidak pernah melarikan diri dari kesulitan-kesulitan yang muncul sebagai konsekuensi imannya. Bahkan ia dituntut untuk tetap setia pada Tuhan hingga peristiwa penyaliban Puteranya dan Maria mampu melaksanakannya dengan sepenuh hatinya.
Yesus sebagai Putera dari Maria danYusuf  hidup dan dididik dalam pengalaman dan pengaruh iman yang teguh. Walau secara rohani Ia adalah Putera Allah, namun secara manusiawi Ia tetap tunduk dan taat kepada kedua orang tuanya.  Ia mau diasuh dan dididik oleh manusia dalam wujud Yusuf dan Maria. Secara ekonomis Ia tidak mengalami kekurangan sebab ayahnya seorang tukang kayu. Tukang kayu pada zaman itu seringkali digolongkan ke dalam kelompok kelas menengah ke atas. Secara pendidikan Ia dididik dan dibesarkan dalam tradisi Yahudi. Sehingga seluruh pengalaman inderawinya itu sungguh-sungguh terpatri dalam diriNya. Dan secara spirituil Ia sungguh merasakan cinta dan kasih yang begitu besar dari kedua orang tuanya. Cinta kasih yang mengarahkan dirinya untuk sungguh-sungguh mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah BapaNya melalui peristiwa penyaliban. Sebuah pengorbanan yang tak dapat dinilai dengan apapun. Cinta kasih inilah yang pada akhirnya menjiwai seluruh kehidupan pribadi dan ajaranNya.
Walau posisinya sebagai anak, namun Yesus tetap memberikan pengaruh positif bagi keluarganya. KedudukanNya sebagai Putera Allah meneguhkan Iman kedua orang tuanya. Kedua orangtuanya sungguh merasakan kehadiran Allah yang begitu dekat bahkan sekaligus terlibat aktif dalam kehidupan mereka. Di dalam keluarga yang sederhana itu, Allah Putra, Imam abadi utusan Bapa, menjadi manusia. Ia memancarkan cahya kabar gembira dengan tidak  membiarkan mereka menghadapi kesulitan dan tantangan hidup sendirian.
Atas dasar inilah hubungan cinta kasih timbal balik antara ayah, ibu dan anak terjalin. Keluarga Kudus Nazareth saling hormat penuh cinta, bersatu dan berdoa bersama. Dalam  keluarga Nazareth yang beriman itu, tampak gambaran manusia yang hidup dalam pelayanan, kerukunan dan kedamaian.  Yesus, Maria dan Yosef merupakan  pribadi-pribadi yang sungguh murni dalam kesetiaan, iman, pengharapan dan pelayanan. Mereka mampu menangkap dan menjawab panggilan Tuhan.

Cinta 
Gabriel Marcel menyatakan demikian  bahwa hubungan manusia dengan manusia lain selalu ditandai dengan kata “kehadiran”.  Kehadiran di sini tidak diartikan sebagai berada ditempat yang sama dalam kategori-kategori ruang dan waktu melainkan komunikasi antara dua orang  tanpa mencapai taraf kehadiran. Keduanya baru dapat dikatakan hadir bila mereka saling mengarahkan diri satu sama lain dengan cara yang berbeda dari cara mereka menghadapi objek-objek. kehadiran orang lain yang oleh Immnuel Levinas menyebutnya sebagai pertemuan kita dengan “mukanya” membawa kita melampaui ciri-ciri fisiknya. Dalam muka ini, orang lain menyatakan diri sebagai betul-betul yang lain dari saya. Muka sabagai muka ini tidak dapat kita kuasai, kita pegang (hidung, mulut) ataupun diperbudak. Hal yang dapat dilakukan berhadapan dengan muka ini adalah hanya dengan meniadakannya (ia dibunuh). Namun dalam ketelanjangan dan ketidakberdayaan muka itu menyampaikan himbauan ampuh yakni “jangan membunuh”. Karena itu, dalam setiap pertemuan dengan orang lain dan sebelum segala sikap dan komunikasi yang sengaja, kita berhadapan dengan tuntutan dasar etika yakni “Jangan Membunuh Aku!”.
Sebaliknya dalam pandangan satu-satunya yang membawa ke individu-individu tertentu hanya dapat ditangkap dan direalisasikan melalui dan di dalam yang oleh Max Scheler menyebutnya sebagai sikap cinta. Jadi nilai persona sebagai individu hanya dapat kita tangkap melalui cinta. Mencintai memberikan sebuah pendasaran melampaui segala rasionalisme-rasionalisme belaka (sifat-sifatnya perbuatannya, tindakannya, kelakuannya). Masing-masing fakta tersebut terus menerus berubah atau bahkan menghilang tanpa kita dapat berhenti mencintai pribadi itu. Karena itu alasan yang terus menerus berganti-ganti yang suka kita berikan kepada kita sendiri, mengapa kita mencintai seseorang, menunjukan bahwa alasan-alasan itu hanya dicari-cari belakangan dan diantaranya tidak ada yang sungguh-sungguh menjadi alasannya. Kesatuan persona yang dialami tidak dapat dikenal dan tidak dapat ditangkap dalam pengetahuan objektif semata. Persona hanya dapat kita tangkap apabila kita “ikut melaksanakan” sikap-sikapnya dari sudut pengetahuan dalam “pengertian” dan dalam “ikut mengalami” yang secara etis “menjadi pengikut”.

Pelayanan Kristiani
Dalam ajaran Kristiani, kasih kepada sesama mempunyai warna yang khas. Ketika ditanyai oleh seorang ahli Taurat, manakah hukum yang paling utama, Yesus menjawab: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu; itulah hukum yang pertama dan utama. Dan hukum yang kedua adalah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:37-39). Mengasihi Allah dan mengasihi sesama merupakan sebuah sikap yang dituntut oleh orang yang menyebut dirinya sebagai pengikut Kristus. Mengasihi Allah harus diimbangi juga dengan sikap mengasihi sesama. Sebab ia tidak mungkin mampu mengasihi Allah yang tidak dilihatnya sebelum ia mengasihi saudara yang dilihatnya. Karena itu Yesuspun berkata: “Aku mengasihi Allah dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta” (1Yoh 4:20).
Dalam kasih kepada sesama kasih kepada Allah menjadi nyata. Kasih kepada sesama merupakan pengejewentahan kasih kepada Tuhan. “Barang siapa mengasihi sesama manusia ia sudah memenuhi hukum kasih (Rm.13:8.10). Allah sungguh menjadi nyata dalam diri sesamanya. Maka ia ditantang untuk tidak hanya berhadapan dengan kehidupannya semata melainkan juga harus berhadapan dengan kehidupan orang lain. Ia harus “memandang sesama tanpa kecuali, sebagai dirinya yang lain terutama dengan mengindahkan perihidup beserta upaya-upaya yang mereka butuhkan untuk hidup yang layak.” (Gaudium et Spes 27).
Henri J.M. Nouwen menyatakan setiap orang Kristiani adalah pelayan yang berusaha untuk hidup dalam terang Injil Yesus.  Pelayanan memuat pemahaman  bahwa sebuah usaha yang dilakukan sendiri, dengan kepahitan dan kegembiraannya, putus asa dan harapannya, siap dipakai oleh mereka yang ingin menggabungkan diri dalam pencarian itu tetapi tidak tahu jalannya.  Oleh karena itu pelayanan sama sekali bukanlah suatu hak istimewa. Sebaliknya pelayanan adalah inti hidup kristiani. Tidak seorangpun dapat disebut Kristiani  jika dia bukan seorang pelayan. Masing-masing orang Kristiani, imam dan umatnya dapat menjadi pembawa pelayanan dalam perubahan sosial tanpa harus terperangkap dalam manipulasi dunia yakni dalam bahaya kekuasaan dan kesombongan. Menurutnya terdapat tiga perspektif perubahan yakni Pertama, Perspektif Harapan. Pengharapan yang dimaksudkan bukanlah sebuah pengharapan yang bersifat fisik semata yakni berfikir agar apa yang diinginkan terpenuhi. Seolah-olah menantikan Santa Clause yang tugasnya memenuhi semua keinginan dan kebutuhan khusus. Jika keinginan konkret ini tidak terpenuhi maka kekecewaan, sakit hati, marah atau tidak peduli mulai menghinggapi dirinya sendiri. Dalam hal ini Nouwen mengkritik keras sikap para pelayan Kristiani dan imam yang menjadi korban dari cara berpikir ini. Karena itu menurutnya yang paling hakiki bagi harapan adalah menginginkan sesuatu, tetapi kita berharap pada. Dalam pengharapan orang tidak menuntut jaminan, tidak menetapkan sejumlah syarat untuk tindakannya, tidak meminta tanggungan tetapi menantikan segala sesuatu dari yang lain tanpa memberi batas pada kepercayaannya. Orang yang penuh harapan dapat memberikan seluruh tenaga, waktu dan kemampuannya bagi orang-orang yang dilayaninya. Dia tidak cemas akan hasil kerjanya sebab dia percaya bahwa Tuhan akan memenuhi janji-janjinya.
Kedua, Kesediaan menerima yang kreatif. Dengan mengembangkan kesediaan untuk menerima dalam diri sendiri maupun orang lain  seorang pelayan Kristiani dapat mencegah agar orang tidak jatuh dalam godaan kekuasaan.
Ketiga, Berbagi tanggung jawab. Menjadi pembawa perubahan sosial, berarti siap berbagi kepemimpinan dengan orang lain. Konsekuensinya bahwa tidak ada satu pemimpin yang bekerja sendiri tanpa melibatkan orang lain dalam pekerjaannya.
Atas dasar pelayanan kasih, pelayanan Kristiani akan mencapai puncaknya ketika teringat akan sabda Yesus “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Mengapa orang mau memberikan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya? Satu jawaban yang dapatdiperoleh yakni untuk memberikan hidup baru. Semua funsi pelayanan adalah memberikan hidup baru. Semua bertujuan untuk membuka perspektif baru, menawarkan pemahaman baru, memberikan kekuatan baru, memutuskan rantai kematian dan kehancuran, dan menciptakan hidup baru yang dapat diakui. Dalam arti semua ini mengajar, berkotbah, pelayanan pastoral, berorganisasi dan merayakan merupakan tindakan pelayanan yang melebihi keahlian profesional. Sebab dalam tindakan-tindakan itu pelayan dituntut untuk memberikan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya. Mengajar menjadi pelayanan jika guru melangkah lebih jauh daripada sekedar menyampaikan ilmu. Ia bersedia memberikan pengalaman hidupnya sendiri kepada muridnya sehingga kecemasan yang melumpuhkan dapat disingkirkan, pemahaman yang membebaskan dapat terjadi dan belajar yang sesungguhnya dapat berjalan. Kotbah menjadi pelayanan jika pengkotbah melangkah lebih jauh daripada sekedar “menceritakan kisah” dan membuat diri pribadinya yang paling dalam  tersedia bagi para pendengarnya mereka mampu menerima sabda Allah. Pastoral menjadi pelayanan jika  orang yang menyediakan dirinya untuk menolong melangkah lebih jauh dari sekedar menjaga keseimbangan antara memberi dan menerima. Kesediaan untuk mengambil resiko atas hidupnya sendiri dan tetap setia pada kawanannya yang menderita, juga kalau nama dan ketenarannya berada dalam bahaya. Organisasi menjadi pelayanan jika orang yang berorganisasi melangkah lebih jauh daripada sekedar menginginkan hasil yang nyata  dan memandang dunianya dengan harapan yang tak pernah padam untuk diperbaharui seutuhnya. Perayaan menjadi pelayanan jika orang yang memimpin perayaan melangkah lebih jauh daripada sekedar upacara-upacara yang memberikan rasa aman dan ketaatan aturan formalitas belaka menuju ke penerimaan yang taat kepada kehidupan sebagai anugerah. Oleh karena itu, kalau orang ingin menjadi seorang pelayan, hendaknya dia bergembira dengan membuat  kelemahannya menjadi kebanggaannya sehingga kekuasaanYesus tinggal dalam dirinya… karena jika ia lemah maka ia kuat. (2Kor12:9-10).

VIKTOR SATU  S.S.
Daftar Pustaka
Henri J.M. Nouwen, Pelayanan yang Kreatif, Kanisius 1986
Dokumen Konsili Vatikan II
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi, Kanisius 1996.
Proff. Ignasius Suharyo, Pr., Dunia Perjanjian Baru, Kanisius 1991
Karl-Heinz Peschke, SVD., Etika Kristiani Jilid III: Kewajiban Moral dalam  Hidup Pribadi, Ledalero 2003
Etika Kristiani Jilid IV: Kewajiban Moral dalam  Hidup Pribadi, Ledalero 2003
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX jilid II: Prancis, PT. Gramedia Pustaka Utama 1996.
A. Eddy Kristiyanto, OFM., Maria dalam Gereja: Pokok-Pokok Ajaran Konsili Vatikan II Tentang Maria dalam Gereja Kristus, Kanisius 1987
Franz magnis Suseno, Etika abad kedua Puluh, Kanisius 2006
Dr. Nico Syukur Dister, OFM., Kristologi: Sebuah Sketsa, Kanisius 1987.

Selasa, 24 Desember 2013

Kotbah Malam Natal - A (2013)


KESERHANAAN, KEGEMBIRAAN DAN KESELAMATAN

EXORDIUM:
Ada sebuah kisah menarik, yang saya dapat dari artikel on line. Begini ceritanya:
Tahun 1994 dua orang Amerika diundang oleh Departemen Pendidikan Rusia untuk mengajar moral dan etika berdasarkan Alkitab di sekolah-sekolah dan panti asuhan. Mereka menceritakan kisah Natal di sebuah panti asuhan. Untuk pertama kalinya anak-anak yatim piatu itu mendengar kisah Natal, yaitu perjalanan Maria dan Yusuf  ke Betlehem di mana mereka terpaksa harus menginap di kandang domba. Kemudian datanglah sekelompok gembala dan orang majus dari Timur untuk menjumpai bayi Yesus yang sedang tidur dalam sebuah palungan dan memberi hadiah kepadaNya. Sepanjang kisah itu diceritakan, baik anak2 maupun pengurus panti mendengarkan dengan khidmat. Untuk menghidupkan suasana malam Natal itu, setiap anak disuruh membuat palungan tempat Yesus dibaringkan.
Anak-anak itu pun membuat palungannya masing-masing. Suasana hening sejenak. Salah satu dari orang Amerika itu berjalan-jalan dan memperhatikan karya anak-anak itu. Ia tiba di tempat si kecil Jessica, seorang anak yang berusia 6 tahun. Saat melihat palungan yang dibuat oleh si kecil Jessica, ia terheran-heran. Mengapa ada dua bayi dalam satu palungan, bukankah seharusnya hanya ada satu bayi? Ia memanggil penerjemah agar me-nanyakan hal itu kepada Jessica. Sambil melihat palungannya, Jessica kecil mengulang kisah Natal itu dengan lancar. Memasuki bagian di mana Maria meletakkan bayi itu ke dalam palungan, Jessica bercerita dengan kalimat penutup yang dibuatnya sendiri. “Aku hadir di sana saat Maria menaruh Yesus di palungan. Yesus melihat aku dan bertanya apa aku punya tempat tinggal? Aku bilang, aku tak punya mama juga tak punya papa, jadi aku tak punya tempat tinggal sendiri. Yesus bilang aku sih boleh tinggal dengan dia. Tapi aku bilang, tidak bisa, aku kan tidak punya apa-apa yang bisa kuberikan sebagai hadiah, seperti para gembala dan orang majus dari Timur itu. Tapi aku begitu ingin tinggal bersamaNya, aku ingin memberi apa yang aku miliki untuk dijadikan hadiah. Pikirku, kalau aku dapat membantu menghangatkan Dia, itu pasti jadi hadiah yang bagus. Aku bertanya pada Yesus, “Kalau aku menghangatkanMu, cukup tidak itu sebagai hadiah?” Yesus menjawab, “Kalau engkau menghangatkan Aku, itu bakal menjadi hadiah terbaik yang pernah diberikan siapapun kepadaKu.” Kemudian aku masuk dalam palungan itu, lantas Yesus mengajakku tinggal bersamaNya untuk selamanya.”

CORPUS
Sejarah keselamatan umat manusia adalah sejarah besar, sejarah agung yang terbentang dari Perjanjian Lama sampai ke Perjanjian Baru dan diteruskan ke jaman Gereja.
Namun seluruh proses sejarah itu dibingkai oleh sebuah rahmat besar, berkat besar, dan juga hadiah terbesar Allah kepada kita. Hadiah itu ialah Anak-Nya sendiri yang diberikan kepada kita, dan untuk mengajarkan kita seluruh kebajikan dan keutamaan yang membekali kita untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah, Keluarga Allah.
Istilah “dianugerahkan” oleh Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menunjuk kepada sebuah hadiah seorang anak kepada kita. Istilah “Rahmat” dala surat Rasul Paulus kepada Titus juga menunjuk kepada “hadiah” yang kini lahir, yang kini muncul atau yang kini hadir di tengah-tengah kita.  Dan kisah “kelahiran” Yesus dikadang Betlehem malam hari ini berdasarkan Injil Lukas, menunjuk kepada pemberian atau hadiah Allah terbesar yang disebut juga PENYELAMAT kita semua.


CONCLUSIO
Kehadiran Allah dan Ajakan Hidup Sederhana
Peristiwa kelahiran di Betlehem ialah peristiwa sederhana. Kesederhanaan itu terjadi dengan tidak diduga oleh para gembala. Kesederhanaan ini tampak dari Allah yang hebat dan besar itu hanya nampak dari diri seorang bayi mungil (seperti manusia) dan dilahirkan di kandang doma-domba. Keserderhanaan itu tampak dari situasi “tidak punya rumah, hanya di dalam palungan, ditemani oleh kedinginan, tidak banyak orang, ditemani nyamuk, dll”. Di sini Allah mengajak kita untuk melihat fakta bahwa Allah berbicara melalui kejadian-kejadian sederhana dan kita diajak untuk tanggap kepada hal-hal yang sederhana itu. Keserhanaan inilah yang seharusnya membuat kita semua bergembira dan bersukacita dan bersyukur dalam Allah. Tidak perlu menunggu kejadian dan keberuntungan besar dan kita baru bersyukur dan bersukacita.

Kehadiran Allah dan Pemberian Kehangatan
Kelahiran Allah dalam diri Yesus adalah sebuah pemberian kehangatan kepada dunia dan kita semua. Natal adalah peristiwa kegembiraan dan sukacita. Dan di mana ada sukacita dan kegembiraan, di sana tertemukan kehangatan. Setelah lama kita menunggu kelahiran Tuhan, maka malam ini, kita mendapatkan Yesus yang memberikan kehangatan kita: yang membuat kita bergembira dan bersukacita, yang membuat kita tertawa, yang membuat kita yakin bahwa kita tidak akan ditinggalkan, kita punya Allah yang berciri “Immanuel” dan selalu mendengarkan doa-doa kita. Jenis hadiah kehangatan macam manakah yang kita berikan kepada Yesus dan kepada sesama kita dalam hidup kita? Kehangatan yang membuat orang bersukacita dan bergembira, kehangatan yang memberikan rasa nyaman kepada sesama kita; atau kehangatan yang menghancurkan, kehangatan yang membunuh, kehangatan yang menciptakan kebencian dan iri hati?
Yesus yang lahir ini, adalah bentuk hadiah terindah, yang tidak akan pernah ada. Ketika Jessika, dalam cerita tadi, masuk ke dalam palungan Yesus, Yesus mengajak Jessica untuk tinggal dengan di dalam palungan selamanya. Jessica berhenti bercerita, matanya berkaca-kaca dan air mata membasahi pipinya. Kepalanya tertunduk dan seluruh tubuhnya bergetar, ia menangis dan menangis. Yatim piatu yang kecil ini telah menemukan seseorang yang tak akan pernah melupakan dan meninggalkannya, seseorang yang tinggal dan menemaninya untuk selama-lamanya.
Sudahkah Anda memberikan hadiah terbaik; yang menggembirakan dan memciptakan sukacita, bagi Yesus dan bagi orang-orang yang hidup bersama kita setiap hari?

Telukdalam, 24 Desember 2013

Jumat, 20 Desember 2013

Tujuan Pendidikan: Pembentukan Manusia Integral

By: Sergius Lay

Manusia hidup dalam jaman dan situasi yang terus berubah, dan itu menuntut juga manusia untuk mengadaptasikan dirinya dengan jaman itu. Benar bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh situasi jaman, tetapi di sisi lain, yang paling penting ialah bagaimana manusia seharusnya mengatur sejarah dan memberi nilai kepada sejarah melalui segala aktifitas kemanusiaannya yang memiliki nilai perasaan dan akal budi.

Namun secara umum, tujuan hidup dari setiap manusia ialah mencapai titik tertentu yang disebut dengan kebahagiaan. Salah satu satu sarana yang amat menentukan ialah tujuan itu dapat tercapai melalu kegiatan pendidikan. Pendidikan, seperti yang ditulis dalam UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2004 bab 1 pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa: "usaha sadar dan terencara untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasanm akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara".

Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang dicanangkan di setiap lembaga pendidikan ataupun dalam level manapun, seharusnya bersifat komprehensif atau secara menyeluruh. Inilah yang disebut dengan pendidikan integral. Pendidikan integral memaksudkan bahwa usaha manusia untuk mendidik manusia itu sendiri harus bersifat komprehensif atau menyeluruh, dan bukan justru bagian per bagian. Manusia (atau orang muda dalam diri siswa/i) tidak boleh dididik bagian per bagian. Siswa tidak boleh dididik untuk menjadi manusia matematika, manusia biologi, manusia sejarah, manusia olahraga, atau jenis-jenis manusia yang lainnya. Setiap manusia (dalam diri orang muda) harus dididik untuk menjadi manusia integral, yang tahu matematika, biologi, kimia, bahasa, ilmu sosial, ilmu sejarah, dan lain sebagainya. Pendidikan yang memaksakan anak ke salah satu bidang secara ekstrem, adalah salah satu bentuk penindasan dan pengebirian keintegralan kemanusiannya yang sebenarnya telah dimilikinya sejak ia dilahirkan.

Tujuan pendidikan yang harus bersifat komprehensif itu harus mengandung empat hal atau empat dimensi yang kesemuanya saling melengkapi: dimensi pengetahuan, dimensi ketrampilan, dimensi sikap dan nilai serta dimensi spiritual. Bloom, Kratchwal dan Harrow, mengatakan bahwa ada tiga dimensi yang penting: the cognitif domain, the afektif domain and the psychomotor domain. Dimensi Kognitif berkenaan dengan pengenalan dan pemahaman, pengetahuan, perkembangan kecakapan dan ketrampilan intelektual. DImensi Afektif berkenaan dengan perubahan-perubahan dalam minat, sikap, nilai-nilai, perkembangan apresiasi dan kemampuan adaptasi. Dimensi psychomotor berkenaan dengan ketramplan-ketrampilan gerak dan ketrampilan-ketrampilan manipulasi (kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dari sikap kreatifnya). berkaitan dengan itu, Gagne dan Briggs (1974) memberikan lima hal penting dalam sebuah pendidikan integral: intellectual skills, cognitif strategies, verbal information, motorskills and attitudes.

Dari beberapa dimensi yang disebutkan di atas, sebenarnya kita harus menambahkan satu dimensi lagi yang sangat penting yaitu dimensi spiritual. Dimensi spiritual mengadaikan sebuah kualitas nilai-nilai keagamaan dan religiositas yang dimiliki anak dalam dirinya, serta menampakkan itu melalui kegiatan keagamaannya setiap hari serta nampak dalam perubahan sikap berdasarkan ajaran agama yang diperolehnya. Karena itu, untuk menjadi manusia yang integral, dibutuhkan sebuah pendididikan integral yang meliputi keempat dimensi tersebut: kognitif, afektif, psikomotorik dan juga spiritual.
*Penulis adalah seorang guru SMA Bintang Laut Telukdalam, Nias Selatan dan pemerhati pendidikan, lulusan program S-2 Pendidikan pada Fakultas Ilmu-Ilmu Pendidikan Universitas Kepausan Salesian, Roma, Italy.

Kamis, 19 Desember 2013

Hadiah Natal Terindah


Nasib Egar tidak sebaik hatinya. Dengan pendidikannya yang rendah, pria berumur sekitar 30 tahun itu hanya seorang pekerja bangunan yang miskin. Dan bagi seseorang yang hanya berjuang hidup untuk melewati hari demi hari, Natal tidak banyak berbeda dengan hari-hari lainnya, karenanya apa yang terjadi pada suatu malam natal itu tidak banyak yang diingatnya.

Malam itu di seluruh negeri berlangsung kemeriahan suasana natal. Setiap orang mempersiapkan diri menghadapi makan malam yang berlimpah. Tapi di kantong Egar hanya terdapat $10, jumlah yang pas-pasan untuk makan malamnya dan tiket bis ke Baldwin, dimana dia mungkin mendapatkan pekerjaan untuk ongkos hidupnya selama beberapa berikutnya.
Maka menjelang malam, ketika lonceng dan lagu-lagu natal terdengar dimana-mana, dan senyum dan salam natal diucapkan tiap menit, Egar menaikkan kerah bajunya dan menunggu kedatangan bis pukul 20:00 yang akan membawanya ke Baldwin. Salju turun deras. Suhu jatuh pada tingkat yg menyakitkan dan perut Egar mulai berbunyi karena lapar. Ia melihat jam di stasiun, dan memutuskan untuk membeli hamburger dan kentang goreng ukuran ekstra, karena ia butuh banyak energi untuk memindahkan salju sepanjang malam nanti.

"Lagipula," pikirnya, "sekarang adalah malam natal, setiap orang, bahkan orang seperti saya sekalipun, harus makan sedikit lebih special dari biasanya." Di tengah jalan ia melewati sebuah bangunan raksasa, dimana sebuah pesta mewah sedang berlangsung. Ia mengintip ke dalam jendela. Ternyata itu adalah pesta kanak-kanak. Ratusan murid taman kanak-kanak dengan baju berwarna-warni bermain-main dengan begitu riang. Orang tua mereka saling mengobrol satu sama lain, tertawa keras dan saling olok. Sebuah pohon terang raksasa terletak di tengah-tengah ruangan, kerlap-kerlip lampunya memancar keluar jendela dan mencapai puluhan mobil-mobil mewah di pekarangan. Di bawah pohon terang terletak ratusan hadiah-hadiah natal dalam bungkus berwarna-warni. Di atas beberapa meja raksasa tersusun puluhan piring-piring yang berisi bermacam-macam makanan dan minuman, menyebabkan perut Egar berbunyi semakin keras.

Dan ia mendengar bunyi perut kosong di sebelahnya. Ia menoleh, dan melihat seorang gadis kecil, berjaket tipis, dan melihat ke dalam ruangan dengan penuh perhatian. Umurnya sekitar 10 tahun. Ia tampak kotor dan tangannya gemetar.
"ya ampun, nona kecil", Egar bertanya dengan pandangan tidak percaya, "udara begitu dingin. Dimana orangtuamu?"
Gadis itu tidak bicara apa-apa. Ia hanya melirik Egar sesaat, kemudian memperhatikan kembali anak-anak kecil di dalam ruangan, yang kini bertepuk tangan dengan riuh karena Sinterklas masuk ke dalam ruangan.
"Sayang..., kau tidak bisa di dalam sana" Egar menarik napas. Ia merasa begitu kasihan pada gadis itu.
Keduanya kembali memperhatikan pesta dengan diam-diam. Sinterklas sekarang membagi-bagikan hadiah pada anak-anak, dan mereka meloncat ke sana-sini, memamerkan hadiah-hadiah kepada orang tua mereka yang terus tertawa.
Mata gadis itu bersinar. Jelas ia membayangkan memegang salah satu hadiah itu, dan imajinasi itu cukup menimbulkan secercah sinar di matanya. Pada saat yang bersamaan Egar bisa mendengar bunyi perutnya lagi. Egar tidak bisa lagi menahan hatinya.
Ia memegang tangan gadis itu dan berkata "Mari, akan saya belikan sebuah hadiah untukmu."
"Sungguh?", gadis itu bertanya dengan nada tidak percaya.
"Ya. Tapi kita akan mengisi perut dulu."
Ia membawa gadis itu di atas bahunya dan berjalan ke sebuah depot kecil. Tanpa berpikir tentang tiket bisnya ia membeli 2 buah roti sandwich, 2 bungkus kentang goreng dan 2 gelas susu coklat. Sambil makan ia mencari tahu tentang gadis itu. Namanya Ellis dan ia baru kembali dari sebuah toko minuman dimana ibunya bekerja paruh waktu sebagai kasir. Dia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah anak yatim St.Carolus, sebuah sekolah kecil yang dibiayai pemerintah untuk anak-anak miskin. Ibunya baru memberinya sepotong roti tawar untuk makan malamnya. Egar menyuruh gadis itu untuk menyimpan rotinya untuk besok.
Sementara mereka bercakap-cakap, Egar terus berpikir tentang hadiah apa yg bisa didapatnya untuk Ellis. Ia kini hanya punya sekitar $5 di kantongnya. Ia mengenal sopir bis, dan ia yakin sopir itu akan setuju bila ia membayar bisnya kali berikutnya. Tapi tidak banyak toko-toko yang buka di saat ini, dan yang buka pun umumnya menaikkan harga-harga mereka. Ia amat ragu-ragu apakah ia bisa membeli sesuatu seharga $5.

Apapun yang terjadi, katanya pada dirinya sendiri, saya akan memberi gadis ini hadiah, walaupun itu kalung saya sendiri. Kalung yang melingkari lehernya adalah milik terakhirnya yang paling berharga. Kalung itu adalah 24 karat murni, sepanjang kurang lebih 30 cm, seharga ratusan dollar. Ibunya memberinya kalung itu beberapa saat sebelum kematiannya.
Mereka mengunjungi beberapa toko tapi tak satupun yang punya sesuatu seharga $5. Tepat ketika mereka mulai putus asa, mereka melihat sebuah toko kecil yang agak gelap di ujung jalan, dengan tanda ‘BUKA’ di atas pintu.
Bergegas mereka masuk ke dalam. Pemilik toko tersenyum melihat kedatangan mereka, dan dengan ramah mempersilakan mereka melihat-lihat, tanpa peduli akan baju-baju mereka yang lusuh. Mereka mulai melihat barang-barang di balik kaca dan mencari-cari sesuatu yang mereka sendiri belum tahu. Mata Ellis bersinar melihat deretan boneka beruang, deretan kotak pensil, dan semua barang-barang kecil yang tidak pernah dimilikinya. Dan di rak paling ujung, hampir tertutup oleh buku cerita, mereka melihat seuntai kalung. Kening Egar berkerut. Apakah itu kebetulan, atau natal selalu menghadirkan keajaiban, kalung bersinar itu tampak begitu persis sama dengan kalung Egar.
Dengan suara takut-takut Egar meminta melihat kalung itu. Pemilik toko, seorang pria tua dengan cahaya terang di matanya dan jenggot yang lebih memutih, mengeluarkan kalung itu dengan tersenyum. Tangan Egar gemetar ketika ia melepaskan kalungnya sendiri untuk dibandingkan pada kalung itu.
"Ya Tuhan", Egar menggumam, "begitu sama dan serupa."
Kedua kalung itu sama panjangnya, sama mode rantainya, dan sama bentuk salib yang tertera diatas bandulnya. Bahkan beratnya pun hampir sama. Hanya kalung kedua itu jelas kalung imitasi. Dibalik bandulnya tercetak: ‘Imitasi : Tembaga’.
"Samakah mereka?" Ellis bertanya dengan nada kekanak-kanakan. Baginya kalung itu begitu indah sehingga ia tidak berani menyentuhnya. Sesungguhnya itu akan menjadi hadiah natal yang paling sempurna, kalau saja……kalau saja…….
“Berapa harganya, Pak?” tanya Egar dengan suara serak karena lidahnya kering.
“Sepuluh dollar.” kata pemilik toko.
Hilang sudah harapan mereka. Perlahan ia mengembalikan kalung itu. Pemilik toko melihat kedua orang itu berganti-ganti, dan ia melihat Ellis yang tidak pernah melepaskan matanya dari kalung itu. Senyumnya timbul, dan ia bertanya lembut, “Berapa yang anda punya, Pak ?”
Egar menggelengkan kepalanya, “Bahkan tidak sampai $5.”
Senyum pemilik toko semakin mengembang “Kalung itu milik kalian dengan harga $4.”
Baik Egar maupun Ellis memandang orang tua itu dengan pandangan tidak percaya.
“Bukankah sekarang hari Natal?” Orang tua itu tersenyum lagi, “Bahkan bila kalian berkenan, saya bisa mencetak pesan apapun dibalik bandul itu. Banyak pembeli saya yang ingin begitu. Tentu saja untuk kalian juga gratis.”
“Benar-benar semangat natal.” Pikir Egar dalam hati.
Selama 5 menit orang tua itu mencetak pesan berikut di balik bandul : 'Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas'
Ketika semuanya beres, Egar merasa bahwa ia memegang hadiah natal yang paling sempurna seumur hidupnya. Dengan tersenyum Egar menyerahkan $4 pada orang tua itu dan mengalungkan kalung itu ke leher Ellis. Ellis hampir menangis karena bahagia.
“Terima kasih. Tuhan memberkati anda, Pak. Selamat Natal.” kata Egar kepada orang tua itu.
“Selamat natal teman-temanku.” Jawab pemilik toko, senantiasa tersenyum.
Mereka berdua keluar dari toko dengan bahagia. Salju turun lebih deras tapi mereka merasakan kehangatan di dalam tubuh. Bintang-bintang mulai muncul di langit, dan sinar-sinar mereka membuat salju di jalan raya kebiru-biruan. Egar mengendong gadis itu di atas bahunya dan meloncat dari satu langkah ke langkah yang lain. Ia belum pernah merasa begitu puas dalam hidupnya. Melihat tawa riang gadis itu, ia merasa telah mendapat hadiah natal yang paling memuaskan untuk dirinya sendiri. Ellis, dengan perut kenyang dan hadiah yang berharga di lehernya, merasakan kegembiraan natal yang pertama dalam hidupnya.
Mereka bermain dan tertawa selama setengah jam, sebelum Egar melihat jam di atas gereja dan memutuskan bahwa ia harus pergi ke stasiun bis. Karena itu ia membawa gadis itu ketempat dimana ia menemukannya.
“Sekarang pulanglah, Ellis. Hati-hati di jalan. Tuhan memberkatimu selalu.”
“Kemana anda pergi, Pak?” tanya Ellis pada orang asing yg baik hati itu.
“Saya harus pergi bekerja. Ingat sedapat mungkin bersekolahlah yang rajin. Selamat natal, sayang.”
Ia mencium kening gadis itu, dan berdiri. Ellis mengucapkan terima kasih dengan suaranya yang kecil, tersenyum dan berlari-lari kecil ke asramanya. Kebahagiaan yang amat sangat membuat gadis kecil itu lupa menanyakan nama teman barunya. Egar merasa begitu hangat di dalam hatinya. Ia tertawa puas, dan berjalan menuju ke stasiun bis. Pengemudi bis mengenalnya, dan sebelum Egar punya kesempatan untuk bicara apapun, ia menunjuk salah satu bangku yg masih kosong.
“Duduk di kursi kesukaanmu, saudaraku, dan jangan cemaskan apapun. Sekarang malam natal.”
Egar mengucapkan terima kasih, dan setelah saling menukar salam natal ia duduk di kursi kesukaannya. Bis bergerak, dan Egar membelai kalung yang ada di dalam kantongnya. Ia tidak pernah mengenakan kalung itu di lehernya, tapi ia punya kebiasaan untuk mengelus kalung itu setiap saat. Dan kini ia merasakan perbedaan dalam rabaannya. Keningnya berkerut ketika ia mengeluarkan kalung itu dari kantongnya, dan membaca sebuah kalimat yang baru diukir dibalik bandulnya : 'Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas' . Saat itu ia baru sadar bahwa ia telah keliru memberikan hadiah untuk Ellis……
***
Selama 12 tahun berikutnya hidup memperlakukan Egar dengan amat keras. Dalam usahanya mencari pekerjaan yang lebih baik, ia harus terus menerus berpindah dari satu kota ke kota lainnya. Akhirnya ia bekerja sebagai pekerja bangunan di Marengo, sekitar 1000 km dari kampung halamannya. Dan ia masih belum bisa menemukan pekerjaan yang cukup baik untuk makan lebih dari sekedar makanan kecil atau kentang goreng.
Karena bekerja terlalu keras di bawah matahari dan hujan salju, kesehatannya menurun drastis. Bahkan sebelum umurnya mencapai 45 tahun, ia sudah tampak begitu tua dan kurus. Suatu hari menjelang natal, Egar digotong ke rumah sakit karena pingsan kecapaian. Hidup tampaknya akan berakhir untuk Egar. Tanpa uang sepeserpun di kantong dan sanak famili yg menjenguk, ia kini terbaring di kamar paling suram di rumah sakit milik pemerintah. Malam natal itu, ketika setiap orang di dunia menyanyikan lagu-lagu natal, denyut nadi Egar melemah, dan ia jatuh ke dalam alam tak sadar.
Direktur rumah sakit itu, yg menyempatkan diri menyalami pasien-pasiennya, sedang bersiap-siap untuk kembali ke pesta keluarganya ketika ia melihat pintu gudang terbuka sedikit. Ia memeriksa buku di tangannya dan mengerutkan keningnya. Ruang itu seharusnya kosong. Dia mengetuk pintu, tidak ada jawaban. Dia membuka pintu itu dan menyalakan lampu. Hal pertama yg dilihatnya adalah seorang tua kurus yang tergeletak di atas ranjang, di sebelah sapu-sapu dan kain lap. Tapi perhatiannya tersedot pada sesuatu yang bersinar suram di dadanya, yang memantulkan sinar lampu yang menerobos masuk lewat pintu yang terbuka.
Dia mendekat dan mulai melihat benda yang bersinar itu, yaitu bandul kalung yang sudah kehitam-hitaman karena kualitas logam yang tidak baik. Tapi sesuatu pada kalung itu membuat hatinya berdebar. Dengan hati-hati ia memeriksa bandul itu dan membaca kalimat yang tercetak di baliknya.
'Selamat Natal, Ellis Salam Sayang, Sinterklas'
Air mata turun di pipi Ellis. Inilah orang yang paling diharapkan untuk bertemu seumur hidupnya. Inilah orang yang membuat masa kanak-kanaknya begitu tak terlupakan hanya dengan 1 malam saja, dan inilah orang yang membuatnya percaya bahwa sesungguhnya Sinterklas memang ada di dunia ini.
Dia memeriksa denyut nadi Egar dan mengangguk. Tangannya yang terlatih memberitahu harapan masih ada. Ia memanggil kamar darurat, dan bergerak cepat ke kantornya. Malam natal yang sunyi itu dipecahkan dengan kesibukan mendadak dan bunyi detak langkah-langkah kaki puluhan perawat dan dokter jaga.
“Jangan kuatir, Pak…. Siapapun nama anda. Ellis disini sekarang, dan Ellis akan mengurus Sinterklasnya yang tersayang.”
Dia menyentuh kalung di lehernya. Rantai emas itu bersinar begitu terang sehingga seisi ruangan terasa hangat walaupun salju mulai menderas diluar. Ia merasa begitu kuat, perasaan yang didapatnya tiap ia menyentuh kalung itu. Malam ini dia tidak harus bertanya-tanya lagi karena ia baru saja menemukan orang yang memberinya hadiah natal yang paling sempurna sepanjang segala jaman……….


Sergius Lay

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...