Minggu, 12 Oktober 2014

Kotbah Minggu Biasa ke 15 - A

MENJADI LAHAN YANG BAIK 
UNTUK PERTUMBUHAN SABDA TUHAN


Bacaan 1, Yes 55,10-11; Mzm Tggp: 64; Bacaan 2: Rom 8,18-23; Injil: Mat 13,1-23

INTRODUKSI
Irene, berusia 4 tahun dan tinggal di sebuah kampung di pegunungan. Suatu hari, Irene diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke pasar dan kebetulan masuk ke salah satu toko mainan anak-anak untuk membeli boneka.
Setelah membeli dan membayar boneka itu, Irene segera keluar dari toko mainan itu, dan seketika itu juga pamannya melihat bahwa Irene keluar tanpa sendal di kakinya. Melihat itu, pamannya bertanya: “Irene, di mana sendalmu, nak”? Dan Irene menjawab dengan polos, “Itu ada di pintu keluar, dan saya sudah melepaskan tadi di situ”. Rupaya Irene ingat kata-kata ibunya bahwa, jika memasuki rumah orang, maka sendal di kaki harus ditanggalkan di pintu dan dilarang untuk dibawa masuk ke rumah. Nasihat itu rupanya terus diingat dan akhirnya dihayatinya sampai Irene berumur lebih dari 4 tahun.
Kisah lain lagi yang nyaris sama, yaitu teknisi radio SUAKA, pak Louis, yang selalu melepaskan sendalnya di pintu masuk ke ruang makan pastoran....

URAIAN KITAB SUCI
Bap ibu, hari Minggu Biasa ke-15 ini, kita mendengarkan kisah tentang penabur benih. Baik bacaan pertama dan terutama Injil pada hari ini, mengajak kita untuk menyediakan hati dan pribadi kita sebagai lahan untuk persemaian Firman-Nya sendiri.
Bacaan pertama dari Kitab Nabi Yesaya, adalah sebuah teks pendek yang berbicara tentang hubungan antara hujan dan tanah yang subur. Nabi Yesaya mengatakan bahwa tanah akan dapat subur, jika terdapat hujan yang baik yang mengairi tempat atau areal tanah tertentu. Hujan akan selalu ada, entah tanah itu baik atau tidak, siap atau tidak, untuk membasahi tanah dan menyuburkannya. Selain itu, air hujan itu tidak tinggal menetap di situ, namun dia akan mengalir dan membasahi areal tanah itu dan menyuburkan tanam-tanaman, dan tanam-tanaman itu akan bertumbuh dan berbuah.
Nah, Nabi Yesaya mau mengatakan bahwa dan menuntut bangsa Israel untuk menyiapkan hati dan pribadi mereka sebagai lahan yang baik, yang siap sedia mendengarkan Firman Tuhan serta melaksanakannya. Sikap-sikap bersungut-sungut dan protes kepada Tuhana hendaklah dihindari, dan tanamkanlah sikap rendah hati untuk mendengarkan Firman Tuhan, dan janganlah memperlakukan Firman Tuhan itu berlalu tanpa bekas, atau hanya sekedar cerita-cerita tanpa makna.
Dalam bacaan Injil juga, bapa, ibu dan saudara/i. Yesus menyampaikan kisah tentang penabur dan tentang benih yang ditaburkan. Namun, Injil Matius bukan mau mengajak kita untuk menjadi penabur yang baik, entah huruf “p” itu ditulis dan dipahami dengan huruf kecil atau huruf besar, tetapi yang ditekankan Matius ialah tanah yang bakal digarap dan yang sudah ditaburi dengan benih itu. Yesus di sini mau menguji dan menggugah kebijaksanaan batin kita. “Bila melihat benih yang jatuh di tanah yang begini atau begitu, bagaimana reaksi kita”?
Pendengar diajak untuk melihat bahwa terdapat dua macam tanah, yang baik dan yang tidak baik. Ada tanah yang dapat memberikan hasil dan ada tanah yang mandul. Penyebab tanah yang mandul bermacam-macam: kehilangan benih, memang kersang, atau ditumbuhi semak berduri. Dalam konteks Injil Matius, tanah yang mandul ini ialah orang-orang yang tidak bersedia menerima Yesus dan pewartaannya. Mereka itu disebut kaum Farisi. Orang Farisi ini sebenarnya pernah dihimbau Yohanes Pembaptis agar menghasilkan buah sesuai dengan perubahan sikap ("pertobatan") yang mereka niatkan ketika minta dibaptis olehnya (Mat 3:8), namun mereka menolak Yesus. Mereka itu tanah yang sudah disemai benih tetapi tidak bisa menikmati pertumbuhannya karena sudah kehilangan benih itu sendiri. Mereka itu juga tanah kersang, bahkan tanah yang hanya bisa ditumbuhi duri. Lalu siapa tanah yang subur? Dalam Mat 12:50 Yesus berkata, "Siapa saja yang melakukan kehendak Bapaku di surga, dialah saudaraku laki-laki, saudaraku perempuan dan ibuku." Mereka yang menjalankan kehendak Bapa-Nya menjadi tanah yang memberi hasil. Arti "menjalankan kehendak" itu ialah menuruti, mendengarkan. Jelas mendengarkan Bapa berarti menerima yang disampaikan olehNya kepada manusia, yakni Yesus sendiri. Orang Farisi menolaknya, karena itu mereka jadi tanah mandul. Para murid menerimanya dan mereka menjadi tanah subur bagi benih sabda.
Dalam ay. 18-23 perumpamaan tadi diterapkan pada kehidupan iman para pengikut Yesus:
v  Orang dihimbau agar menjadi tanah yang subur yang memungkinkan benih tumbuh dan berbuah berlipat ganda. Juga diajarkan bagaimana menjaga agar sabda yang telah ditaburkan tidak hilang atau terhimpit.
v  Bila disadari bahwa benih sabda terancam si jahat (ay. 19), maka orang perlu berjaga-jaga agar benih itu tidak gampang terampas. Secara tak langsung diajarkan agar siapa saja yang mau menjadi murid berani mengusahakan agar semakin banyak benih menemukan tanah yang baik dan tidak membiarkannya tinggal di tanah kersang atau lahan yang beronak duri dan berkeras kepala mengharapkan tanah seperti itu akan bisa membaiki.
v  Tanah kersang dijelaskan sebagai penganiayaan dan intimidasi yang sering dialami kaum beriman. Apa yang bisa diperbuat? Pendengar diminta berpikir. Bisa jadi sikap paling bijaksana ialah secara proaktif mencegah terjadinya keadaan itu. Bila toh terjadi, keadaan sulit tak selalu perlu dihadapi secara frontal. Ada kalanya lebih baik menghindarinya. Beriman tidak identik dengan jadi pahlawan atau martir. Kita dihimbau agar menemukan kebijaksanaan dalam beriman. Dengan demikian kita akan pandai-pandai menghadapi "kekhawatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan" yang menghimpit benih sabda (ay. 22).
Penjelasan Yesus berakhir dengan pernyataan bahwa tanah yang baik itu ialah orang yang "mendengar sabda dan mengerti" dan karena itu dapat berbuah berlipat ganda (ay. 23). Bagi mereka yang mengusahakan diri menjadi murid dan pengikutnya, ikhtiar yang sesuai kiranya terletak dalam usaha membuat tanah yang telah ditaburi benih betul-betul menjadi lahan subur. Bila perlu mencari tanah yang lebih baik. Mengerti juga berarti mengusahakan agar tokoh yang mereka ikuti, yakni benih yang tersemai dalam diri mereka, semakin menjadi bagian dalam kehidupan.

KESIMPULAN
Bapa, ibu dan saudara/i terkasih...
Sabda Tuhan akan selalu datang kepada siapa, kepada kita semua. Entah kita siap atau tidak, entah kita suka atau tidak, namun Sabda Tuhan itu akan tiba-tiba kita dengar. Sabda itu bisa melalui Firman Tuhan yang kita dengar dalam bacaan-bacaan Kitab Suci, bisa juga melalui kata-kata nasehat dan juga bimbingan orang tua atau orang lain kepada kita.
Terhadap Firman Tuhan ini, kita diajak untuk mendengarkan, mencermati dan melaksanakannya untuk kebaikan kita. Semuanya tergantung kepada kebebasan kita, apakah kita menyediakan hati kita untuk menjadi tanah yang subur, atau tanah yang berbatu-batu, tanah yang penuh duri, tanah yang tandus. Tentu Yesus mengajak kita untuk menjadikan hati kita seperti tanah yang subur, yang siap menerima sabda Tuhan, meresapkannya, dan melaksanakannya dalam hidup.
Pertanyaan untuk kita, manakah tanda-tanda bahwa hati kita dan pribadi kita telah menjadi tanah yang subur, yang telah membiarkan Firman Tuhan itu bersemai, bertumbuh dan berbuah dalam hidup kita? Amin

Telukdalam, 13 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...