MENJADI LAHAN YANG
BAIK
UNTUK PERTUMBUHAN SABDA TUHAN
Bacaan 1, Yes 55,10-11; Mzm Tggp: 64; Bacaan 2: Rom 8,18-23; Injil:
Mat 13,1-23
INTRODUKSI
Irene,
berusia 4 tahun dan tinggal di sebuah kampung di pegunungan. Suatu hari, Irene
diajak oleh pamannya untuk jalan-jalan ke pasar dan kebetulan masuk ke salah
satu toko mainan anak-anak untuk membeli boneka.
Setelah
membeli dan membayar boneka itu, Irene segera keluar dari toko mainan itu, dan
seketika itu juga pamannya melihat bahwa Irene keluar tanpa sendal di kakinya.
Melihat itu, pamannya bertanya: “Irene, di mana sendalmu, nak”? Dan Irene
menjawab dengan polos, “Itu ada di pintu keluar, dan saya sudah melepaskan tadi
di situ”. Rupaya Irene ingat kata-kata ibunya bahwa, jika memasuki rumah orang,
maka sendal di kaki harus ditanggalkan di pintu dan dilarang untuk dibawa masuk
ke rumah. Nasihat itu rupanya terus diingat dan akhirnya dihayatinya sampai
Irene berumur lebih dari 4 tahun.
Kisah lain
lagi yang nyaris sama, yaitu teknisi radio SUAKA, pak Louis, yang selalu
melepaskan sendalnya di pintu masuk ke ruang makan pastoran....
URAIAN KITAB SUCI
Bap ibu,
hari Minggu Biasa ke-15 ini, kita mendengarkan kisah tentang penabur benih.
Baik bacaan pertama dan terutama Injil pada hari ini, mengajak kita untuk
menyediakan hati dan pribadi kita sebagai lahan untuk persemaian Firman-Nya
sendiri.
Bacaan pertama dari Kitab Nabi Yesaya, adalah
sebuah teks pendek yang berbicara tentang hubungan antara hujan dan tanah yang
subur. Nabi Yesaya mengatakan bahwa tanah akan dapat subur, jika terdapat hujan
yang baik yang mengairi tempat atau areal tanah tertentu. Hujan akan selalu
ada, entah tanah itu baik atau tidak, siap atau tidak, untuk membasahi tanah
dan menyuburkannya. Selain itu, air hujan itu tidak tinggal menetap di situ,
namun dia akan mengalir dan membasahi areal tanah itu dan menyuburkan
tanam-tanaman, dan tanam-tanaman itu akan bertumbuh dan berbuah.
Nah, Nabi
Yesaya mau mengatakan bahwa dan menuntut bangsa Israel untuk menyiapkan hati
dan pribadi mereka sebagai lahan yang baik, yang siap sedia mendengarkan Firman
Tuhan serta melaksanakannya. Sikap-sikap bersungut-sungut dan protes kepada
Tuhana hendaklah dihindari, dan tanamkanlah sikap rendah hati untuk mendengarkan
Firman Tuhan, dan janganlah memperlakukan Firman Tuhan itu berlalu tanpa bekas,
atau hanya sekedar cerita-cerita tanpa makna.
Dalam bacaan
Injil juga, bapa, ibu dan saudara/i. Yesus menyampaikan kisah tentang penabur
dan tentang benih yang ditaburkan. Namun, Injil Matius bukan mau mengajak kita
untuk menjadi penabur yang baik, entah huruf “p” itu ditulis dan dipahami
dengan huruf kecil atau huruf besar, tetapi yang ditekankan Matius ialah tanah yang bakal digarap dan yang sudah
ditaburi dengan benih itu. Yesus di sini mau menguji dan menggugah
kebijaksanaan batin kita. “Bila melihat benih yang jatuh di tanah yang begini
atau begitu, bagaimana reaksi kita”?
Pendengar
diajak untuk melihat bahwa terdapat dua macam tanah, yang baik dan yang tidak
baik. Ada tanah yang dapat memberikan hasil dan ada tanah yang mandul. Penyebab
tanah yang mandul bermacam-macam: kehilangan benih, memang kersang, atau
ditumbuhi semak berduri. Dalam konteks Injil Matius, tanah yang mandul ini
ialah orang-orang yang tidak bersedia menerima Yesus dan pewartaannya. Mereka
itu disebut kaum Farisi. Orang Farisi ini sebenarnya pernah dihimbau Yohanes
Pembaptis agar menghasilkan buah sesuai dengan perubahan sikap
("pertobatan") yang mereka niatkan ketika minta dibaptis olehnya (Mat
3:8), namun mereka menolak Yesus. Mereka itu tanah yang sudah disemai benih
tetapi tidak bisa menikmati pertumbuhannya karena sudah kehilangan benih itu
sendiri. Mereka itu juga tanah kersang, bahkan tanah yang hanya bisa ditumbuhi duri.
Lalu siapa tanah yang subur? Dalam Mat 12:50 Yesus berkata, "Siapa saja
yang melakukan kehendak Bapaku di surga, dialah saudaraku laki-laki, saudaraku
perempuan dan ibuku." Mereka yang menjalankan kehendak Bapa-Nya menjadi
tanah yang memberi hasil. Arti "menjalankan kehendak" itu ialah
menuruti, mendengarkan. Jelas mendengarkan Bapa berarti menerima yang
disampaikan olehNya kepada manusia, yakni Yesus sendiri. Orang Farisi
menolaknya, karena itu mereka jadi tanah mandul. Para murid menerimanya dan
mereka menjadi tanah subur bagi benih sabda.
Dalam ay.
18-23 perumpamaan tadi diterapkan pada kehidupan iman para pengikut Yesus:
v Orang
dihimbau agar menjadi tanah yang subur yang memungkinkan benih tumbuh dan
berbuah berlipat ganda. Juga diajarkan bagaimana menjaga agar sabda yang telah
ditaburkan tidak hilang atau terhimpit.
v Bila
disadari bahwa benih sabda terancam si jahat (ay. 19), maka orang perlu
berjaga-jaga agar benih itu tidak gampang terampas. Secara tak langsung
diajarkan agar siapa saja yang mau menjadi murid berani mengusahakan agar
semakin banyak benih menemukan tanah yang baik dan tidak membiarkannya tinggal
di tanah kersang atau lahan yang beronak duri dan berkeras kepala mengharapkan
tanah seperti itu akan bisa membaiki.
v Tanah
kersang dijelaskan sebagai penganiayaan dan intimidasi yang sering dialami kaum
beriman. Apa yang bisa diperbuat? Pendengar diminta berpikir. Bisa jadi sikap
paling bijaksana ialah secara proaktif mencegah terjadinya keadaan itu. Bila
toh terjadi, keadaan sulit tak selalu perlu dihadapi secara frontal. Ada
kalanya lebih baik menghindarinya. Beriman tidak identik dengan jadi pahlawan
atau martir. Kita dihimbau agar menemukan kebijaksanaan dalam beriman. Dengan
demikian kita akan pandai-pandai menghadapi "kekhawatiran dunia ini dan
tipu daya kekayaan" yang menghimpit benih sabda (ay. 22).
Penjelasan
Yesus berakhir dengan pernyataan bahwa tanah yang baik itu ialah orang yang
"mendengar sabda dan mengerti" dan karena itu dapat berbuah berlipat
ganda (ay. 23). Bagi mereka yang mengusahakan diri menjadi murid dan
pengikutnya, ikhtiar yang sesuai kiranya terletak dalam usaha membuat tanah
yang telah ditaburi benih betul-betul menjadi lahan subur. Bila perlu mencari
tanah yang lebih baik. Mengerti juga berarti mengusahakan agar tokoh yang
mereka ikuti, yakni benih yang tersemai dalam diri mereka, semakin menjadi
bagian dalam kehidupan.
KESIMPULAN
Bapa, ibu
dan saudara/i terkasih...
Sabda Tuhan
akan selalu datang kepada siapa, kepada kita semua. Entah kita siap atau tidak,
entah kita suka atau tidak, namun Sabda Tuhan itu akan tiba-tiba kita dengar.
Sabda itu bisa melalui Firman Tuhan yang kita dengar dalam bacaan-bacaan Kitab
Suci, bisa juga melalui kata-kata nasehat dan juga bimbingan orang tua atau
orang lain kepada kita.
Terhadap
Firman Tuhan ini, kita diajak untuk mendengarkan, mencermati dan
melaksanakannya untuk kebaikan kita. Semuanya tergantung kepada kebebasan kita,
apakah kita menyediakan hati kita untuk menjadi tanah yang subur, atau tanah
yang berbatu-batu, tanah yang penuh duri, tanah yang tandus. Tentu Yesus
mengajak kita untuk menjadikan hati kita seperti tanah yang subur, yang siap
menerima sabda Tuhan, meresapkannya, dan melaksanakannya dalam hidup.
Pertanyaan
untuk kita, manakah tanda-tanda bahwa hati kita dan pribadi kita telah menjadi
tanah yang subur, yang telah membiarkan Firman Tuhan itu bersemai, bertumbuh
dan berbuah dalam hidup kita? Amin
Telukdalam, 13 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar