Sabtu, 29 Maret 2014

Minggu Prapaskah 4 - A

Kotbah Minggu Prapaska 3, - A (2014)
Bacaan Pertama     : 1 Samuel 16,1b.6-7.10-13a
Mazmur Tggpn      : 23
Bacaan Kedua        : Efesus 5,8-14
Bacaan Injil            : Yohanes 9,1-41

“KERINDUAN UNTUK DISEMBUHKAN”

Pengantar
Fungsi utama mata adalah untuk melihat. Tuhan menganugerahkan mata kepada kita agar dapat melihat. Melalui mata, kita bisa melihat dunia yang ada di sekitar kita dengan segala keindahannya. Mata adalah jendela dunia, maka berbahagialah yang dapat melihat dunia sekitar. 

Exegese KS
 Pada hari Minggu Prapaskah IV ini, Injil Yohanes mengisahkan tentang Yesus yang menyembuhkan orang yang buta sejak lahir. Yesus tahu bahwa semua orang ingin melihat, termasuk orang yang buta sejak lahir ini. Oleh karena itu, Yesus mewujudkan kerinduan orang tersebut dengan cara menyembuhkannya. Setelah disembuhkan, orang tersebut tidak hanya melihat dunia sekitarnya, melainkan juga melihat Yesus. Melihat Yesus berarti melihat Tuhan yang peduli dengan penderitaan dan kerinduannya. Penglihatan itulah yang membuat iman orang buta itu mengalami perkembangan. Dia tidak hanya percaya bahwa Yesus itu seorang nabi, tetapi bahkan Anak Manusia (Yoh 9:17.36.38). dan berkat kepercayaannya itu, dia tidak takut diasingkan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Peristiwa penyembuhan ini bukan hanya peristiwa Yesus membuka mata jasmani orang buta, tapi Yesus yang membuka hati dan iman orang buta itu. Berkat Yesus, tidak hanya matanya yang dapat melihat, melainkan juga imannya. Melalui iman, dia bisa melihat Yesus sebagai Allah yang penuh belas kasih. Dan pengalaman iman akan Allah seperti inilah yang tidak mudah digoyahkan oleh apa pun. Tantangan apa pun tidak akan mampu menghancurkannya. Sebab, iman seperti ini bisa bertumbuh dalam kondisi apa pun, bahkan di tempat yang tandus pun bisa berkembang dengan baik.

Aplikasi-praksis.
Bagaimana dengan iman kita? Apakah kita sudah memiliki iman sebesar yang dipunyai orang buta tersebut? Bila dibandingkan dengan keadaan orang buta tersebut, pasti keadaan kita jauh lebih baik. Sudah sejak lahir kita diberi karunia mata dan dapat melihat dengan baik, tapi apakah iman kita lebih besar dari orang buta itu? Kita harus mengakui dengan jujur bahwa iman kita tidak lebih besar dari orang buta yang dikisahkan dalam Injil hari ini. Mengapa? Jangan-jangan kita sudah banyak melihat dunia sekitar kita, namun belum pernah melihat Yesus dalam kehidupan kita. Setiap Minggu kita pergi ke gereja dan mengikuti Misa Kudus, tapi tidak pernah melihat Yesus. Kita sudah pernah melihat pemandangan alam yang indah, tapi tidak pernah melihat Penciptanya. Kita pernah mengalami kebaikan sesama, namun tidak pernah merasakan kehadiran Yesus dalam diri orang tersebut. Hal itu terjadi karena mata kita hanya melihat dengan mata jasmani, tapi kurang mampu melihat semua pengalaman itu dengan mata hati dan iman kita.

Dalam situasi demikian, sesungguhnya kita mengalami kebutaan rohani, di mana hati dan iman kita tidak mampu melihat Yesus. Maka, hari ini kita juga membutuhkan kehadiran Yesus sebagaimana orang buta tersebut. Yesus berkenan menyembuhkan kebutaan kita, sehingga kita mampu melihat Yesus dengan situasi, kondisi dan diri siapa pun.

Hari Raya Kabar Sukacita - A


"TERJADILAH PADAKU MENURUT KEHENDAK-MU"


Pasangan suami isteri baru, saat mendengar bahwa sang isteri mulai mengandung, pasti sangat bersukacita. Kiranya mereka pun akan tergerak untuk mewartakan sukacita atau kegembiraannya kepada orang tua dan sanak saudaranya. Sebaliknya, siapa pun orangnya, tak terkecuali Maria ketika mendengar atau mendapat kabar bahwa seorang perawan mengandung, hamil tanpa laki-laki tentu bukanlah kabar yang menggembirakan. Kalau begitu kenyataannya, mengapa Gereja hari ini merayakan Bunda Maria menerima Kabar Sukacita? Di manakah letak sukacitanya?

Entah orang jahat atau orang baik pasti membutuhkan, minimal menginginkan keselamatan. Allah juga menghendaki keselamatan itu bagi semua orang. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Untuk melakukan sesuatu tinggal bersabda, dan apa pun yang disabdakan-Nya pasti akan terjadi. Namun, untuk melaksanakan karya keselamatan, Allah mengajak manusia untuk berpartisipasi, ambil bagian di dalamnya. Ini semua dilakukan karena Allah memandang manusia begitu tinggi. Itulah sebabnya Allah mengundang manusia (Maria) untuk bekerja sama dalam karya keselamatan. 

Maria, gadis sederhana dari Nazaret, menerima kabar dari Allah melalui malaikat-Nya bahwa ia akan mengandung seorang anak laki-laki karena Roh Kudus. Secara manusiawi hal ini kiranya tidak menggembirakan, bahkan sungguh menakutkan. Namun, itulah kehendak Allah. Ia mengutus Pribadi kedua menjadi manusia melalui rahim Maria. Maria terpilih sebagai wakil umat manusia untuk bekerja sama dalam perwujudan rencana Allah. Karenanya kesanggupan Maria untuk mengandung karena Roh Kudus sungguh merupakan kabar sukacita. 

Hari Raya Kabar Sukacita kiranya membawa kita kepada permenungan yang mendalam tentang misteri Inkarnasi Putra Allah. Logos (Sang Sabda) yang dari kekal adalah Allah Bapa sendiri mewahyukan atau memperkenalkan diri-Nya dan menjadi dekat dengan manusia. Bahkan, Ia menjadi sama seperti manusia dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa. Dia adlaah Imanuel, artinya Allah beserta kita. Dalam diri Yesus, Sang Logos yang menjelma menjadi manusia itu, “walaupun dalam rupa Allah, Kristus Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama menjadi manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:6-8). 

Iman adalah rahmat. Ketaatan iman Maria juga merupakan rahmat Allah yang ditanggapinya dengan hati terbuka. Ketaatan iman Maria terwujud dalam kesediaannya menanggapi tawaran Allah yang disampaikan melalui Malaikat Gabriel, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38; bdk. Yes 7:11-12). 

Berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia memang harus berjuang dan berkorban, sebagaimana dilakukan oleh Maria. Maria mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah demi keselamatan atau kesejahteraan umum, seluruh umat manusia. Kiranya sudah layak dan pantas memberi persembahan kepada Allah adalah sesuatu yang paling baik, paling berharga atau paling bernilai. Karenanya, bersama Bunda Maria secara sadar mari kita berserah diri dan berkata kepada Allah, “Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.”

Minggu Prapaska 3 - A


Kotbah Minggu Prapaska 3, - A (2014)
Bacaan Pertama      : Keluaran 17,3-7
Mazmur Tggpn       : 95
Bacaan Kedua         : Roma 2,1-2,5-8
Bacaan Injil             : Yohanes 4,5-48

“PANGGILAN UNTUK PEDULI”

Pengantar
Pada hari Minggu ketiga masa Prapaska ini, Gereja mengajak kita untuk meningkatkan sikap kepedulian kita kepada sesama. Kepedulian rupanya menjadi inti ajaran Kristus selama kita menjalani masa Prapaska ini.

Exegese KS
Bacaan pertama dari Kitab Kejadian memberikan sebuah gambaran tentang kepedulian Allah kepada bangsa Israel selama pengembaraan dan perjalanan mereka di padang gurun. Bangsa Israel dikenal sebagai bangsa yang suka menggerutu, suka nyinyir, suka ngamuk-ngamuk, protes, selama mereka berjalan dari Mesir menuju Tanah Terjanji, melewati Padang Gurun. Seperti dalam bacaan pertama, mereka malah menuntut agar YAHWE itu harus tampak di depan mata mereka. Akhirnya memang YAHWE tampak kepada mereka, walaupun bukan wajah-Nya yang tampak, melainkan dalam bentuk tampak sebagai batu karang Israel dan sumber air yang memberi hidup kepada mereka. Di sini jelas bahwa YAHWE itu hadir sebagai Air Hidup yang memberikan kesejukan, memberikan kenyamanan, memberikan hidup untuk bangsa Israel.
Inilah gambaran Allah yang peduli itu, Allah yang selalu memperhatikan kebutuhan manusia, memperhatikan kebutuhan bangsa Israel, dan tidak menginginkan mereka binasa. Kenakalan dan sikap menggerutu tidak membuat YAHWE lari dari sikap peduli, tetapi justru semakin menampakan kepedulian itu kepada bangsa Israel.
Dalam Injil hari ini, Yesus menyatakan rasa peduli terhadap seorang wanita Samaria. Ia tahu bahwa wanita ini dijauhi banyak orang, terutama oleh orang-orang yang tinggal sekampung dengannya. Apakah buktinya bahwa dia adalah orang yang dijauhi oleh sesamanya? 
Pertama-tama, wanita ini mengambil air pada waktu tengah hari. Padahal, dalam budaya Samaria, setiap orang mengambil air pada waktu pagi hari. Alasannya, tidak panas dan banyak kesempatan untuk bisa berinteraksi dengan orang lain. Wanita ini tidak melakukan hal demikian. Ia hidup dalam keterasingan dan malah mengasingkan dirinya dari pergaulan terbuka dengan orang lain, tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Mengapa? Karena dia dianggap sebagai wanita tidak baik, dan sekarang, dia sedang hidup dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Dan Yesus sendiri tahu dengan baik keperibadiannya walaupun mereka belum bertemu.
Yesus melihat bahwa hidup wanita ini sungguh perih dan pahit. Oleh karena itu, Yesus pun berusaha untuk menolong dia. Namun, apakah cara yang dipakai Yesus itu harus halus dan lembut? Tidak. Sebaliknya, Yesus justru menggunakan shock teraphy untuk menyadarkan wanita tersebut. Yesus pertama-tama membuka aib yang dilakukan oleh wanita tersebut, terutama mengenai hidup perkawinannya yang tidak beres. Yesus dengan terus terang membuka hal-hal yang berkaitan dengan wanita itu secara langsung kepadanya, dan ini tentu saja hal itu menyakitkan. Siapakah orang yang tidak malu dan marah jika aib yang ditutup-tutupinya diketahui, bahkan dibeberkan oleh orang yang baru saja dikenalnya? Namun, Yesus tanpa ragu dan malu melakukan itu semua karena Ia sangat peduli pada kehidupan wanita tersebut. Rasa peduli yang Yesus tunjukkan kepadanya jauh dari kesan halus, sebaliknya sedikit kasar. Tetapi, tindakan Yesus ini ternyata justru dapat menyadarkan wanita tersebut. Ia menjadi sadar bahwa tindakan Yesus yang kasar dan tidak elegan tersebut menyelamatkan dia. 

Aplikasi-praksis.
Melalui tindakan Yesus yang kita dengar dan kita saksikan hari ini kita sekalian dapat belajar bahwa rasa peduli dan rasa belas kasih memang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan seseorang.
Dalam masa Prapaskah ini, kita juga diajak untuk semakin peduli dengan orang lain, semakin meningkatan sikap berbela rasa terhadap orang lain, sikap menaruh perhatian kepada orang lain, sikap yang menguntungkan orang lain, dan dengan itu kita dapat mempersiapkan Paskah kita dengan hati yang lebih baik dan pantas. Namun, kita pun mesti ingat bahwa peduli tidak selalu identik dengan kelemahlembutan. Mari kita mohon rahmat agar Tuhan selalu memampukan kita untuk dapat bertumbuh dalam kasih-Nya, dan bertumbuh dalam sikap yang selalu peduli kepada diri kita, kepada orang lain dan kepada Allah sendiri.
(bisa juga diselipkan contoh-contoh sikap peduli dari kehidupan harian)

Minggu Prapaska 2 - A

Kotbah Minggu Prapaska 2, - A (2014)
Bacaan Pertama   : Kejadian 12,1-4a
Mazmur Tggpn    : 33
Bacaan Kedua      : 2Tim 1,8b-10
Bacaan Injil          : Matius 17,1-8


"KELUAR DARI KENYAMANAN UNTUK MELAYANI ALLAH"

Pengantar
Salah satu keinginan dasar manusia ialah menciptakan dan menempati sebuah status dan posisi yang membuat dia nyaman. Nyaman dalam arti bahwa dia tidak ingin sengsara, tidak ingin susah, dan tidak tidak ingin hal-hal yang jelek atau buruk lainnya. Karena itu manusia cenderung membangun benteng dan rumah kenyamanannya dan tidak ingin lagi keluar dari rumah dan bentennya yang nyaman ini. Dia puas dengan apa yang ada. Kadang manusia lupa bahwa rumah dan benteng kenyamanan ini ialah hanya sementara dan malah adalah sebuah khayalan yang tidak bermakna untuk seluruh hidupnya.

Exegese KS
Bacaan pertama dari Kitab Kejadian pada hari ini memberikan sebuah gambaran di mana Abram atau Abraham yang telah puas dengan keadaan hidupnya. Abram sudah puas dengan Sara istrinya dan Lot anak saudaranya. Dia sdh merasa cukup dengan ternak yang dimilikinya, untuk hidup bertahun.
Dalam kenyamanan ini, Abram dihentakan oleh perintah Tuhan bahwa dia harus meninggalkan tanah airnya dan seluruh milik kepunyaannya. Dia harus pergi merantau, yang tempat perantauannya juga tidak diketahuinya. Dalam ketidaktahuannya ini, Tuhan hanya mengatakan kepada Abram bahwa Tuhan akan membuat dia dan keturunannya menjadi bangsa yang besar, bangsa terpilih. Tuhan akan memberkati dia dan keturunannya, serta membuat namanya termasyur atau terkenal, dan justru Abram juga akan menjadi berkat bagi semua orang.
Melihat perjumpaan dan janji Tuhan ini, Abrampun bersedia pergi meninggalkan tanah airnya, meninggalkan orangtuanya dan seluruh isi keluarga ayahnya, ternak gembalaannya dan pergi ke sebuah tempat yang tidak dikenalnya, namun Abram hanya membawa satu keyakinan yaitu bahwa TUHAN AKAN MEMBUATNYA BANGSA YANG BESAR, BANGSA TERBERKATI DAN MENJADI TERKENAL. Abram sedang nyaman dengan kehidupannya tetapi tiba-tiba ditangkap oleh Tuhan untuk disuruh pergi ke tempat lain yang dia sendiri tidak tahu. Namun inilah yang disebut dengan ketaatan total Abram kepada perintah Tuhan.
Hal yang sama juga dikatakan dalam Injil Matius pada hari ini. Injil mengisahkan pengalaman Petrus, Yakobus dan Yohanes yang terbuai oleh kenikmatan penampakan kemuliaan di atas gunung. Memang pengalaman itu indah dan memukau. Tetapi, ketika mereka ingin berlama-lama mengalami indahnya kemuliaan, Yesus datang membangunkan khayalan mereka. Yesus tidak meluluskan permintaan Petrus untuk tinggal di puncak gunung dengan mendirikan tiga kemah. Yesus mengajak mereka kembali turun gunung. Meninggalkan zona aman dan nyaman. Ajakan tersebut menjadi gambaran jelas, bahwa manusia harus hidup realistis. Hadapilah kehidupan yang beraneka ragam warna dengan apa adanya: suka dan duka, senang dan susah, tangis dan tawa, semuanya. Sekalipun harus menghadapi penderitaan; kita harus berani menghadapi dan menjalaninya. Orang tidak bisa lari dari penderitaan. Yesus dengan langkah mantap memberikan teladan berjalan menuju Yerusalem. 
Melalui pengalaman hidup Musa, Elia dan Yesus kita belajar untuk menghadapi aneka warna kehidupan. Di Mesir, Musa membela kebenaran. Dia tidak disenangi. Dia harus menderita dan dikejar-kejar. Ia kemudian lari ke padang belantara sebagai gembala. Tetapi, Allah mengutus dia kembali ke Mesir. Dia harus memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Sebagai utusan Allah, ia setia dan mau menderita sampai mati. Demikian pula Elia. Ia membela Tuhan dengan berperang melawan nabi-nabi Baal. Namun, keberaniannya berujung pada penderitaan. Ia dikejar-kejar Izebel sampai di puncak Gunung Horeb. 
Gambaran nyata keberanian dan ketabahan menghadapi penderitaan hidup nampak jelas dalam diri Yesus. Dalam Dia kita memahami arti penderitaan. Jalan kemuliaan Yesus adalah jalan salib dan penderitaan. 

Aplikasi-praksis
Bapa-ibu…, rasa aman dan nyaman. Itulah yang yang selalu kita cari dalam hidup. Namun kita harus hati-hati. Terdapat dua jenis kenyamanan dan keamanan yang dapat kita peroleh. Yang pertama, rasa nyaman dalam arti positip. Ini bila rasa aman dan nyaman itu memberi kita kedamaian pikiran dan kebahagian hati yang sesungguhnya. Biasanya rasa aman dan nyaman ini adalah hasil dari sebuah pencarian yang melewati proses-proses penderitaan dan kesusahan yang tidak sedikit. Mis: setelah belajar dengan tekun dan serius, akhirnya kita lulus dengan nilai terbaik. Setelah kita bekerja keras akhirnya kita dapat membeli rumah atau fasilitas yang membantu kita untuk semakin menjadi bahagia dan senang.
Namun, rasa aman dan nyaman juga bisa berarti negative. Negatif dalam arti bahwa usaha untuk aman dan nyaman bukanlah hasil kerja keras, hasil susah payah… tetapi hasil main sulap bim salah bim, hasil kongko-kongko, hasil tipu daya, hasil permainan tidak  bersih. Mis: seorang siswa mendapat nilai bagus tapi itu hasil nyontek di buku, seorang mendapat fasilitas tapi itu hasil curian barang orang. Maka rasa nyaman dan aman ini akan menimbulkan penderitaan, kesusahan. Dia akan terus dikejar-kejar oleh rasa masalah ketidakjujuran, masalah ketidaktulusan, masalah kebohongan, dan masalah yang tidak baik.
Bapa-ibu…, hari ini, melalui Abram, Tuhan mengajak kita untuk memiliki sikap ketaatan total kepadanya. Kita tidak mementingkan kekayaan kita, tetapi demi Allah kita bersedia untuk tunduk-taat kepadanya. Kita diminta untuk tidak tunduk kepada rasa aman dan nyaman yang semu, yg sementara, melainkan mengikuti arahan dan bimbingan Tuhan, karena ini akan memberikan kita rasa aman dan nyaman yang abadi, kekal dan tidak berhingga.
Yesus juga, melalui pengalaman ketiga murid, mengajak kita untuk tidak terlena kepada rasa aman dan nyaman serta kemuliaan yang sementara di atas gunung Tabor, tetapi harus turun dari gunung kesombongan dan keangkuhan kita serta pergi berjumpa dengan orang lain dalam kehidupan Yerusalem harian untuk bekerja keras, berusaha keras, berpikir keras, dan secara total mengabdikan diri kepada kehidupan masyarakat dan umat secara jujur, tulus dan sungguh-sungguh. Karena inilah yang akan memberikan kita rasa aman dan nyaman yang kekal, abadi dan selamanya. Inilah rasa aman dan nyaman yang sesungguhnya. Maka marilah kita mencari rasa aman dan nyaman itu yang wajar, yang seadanya dan yang membantu kita mendapatkan kehidupan kekal.

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...