Senin, 13 Oktober 2014

Kotbah Minggu Biasa ke 28 - A

KESELAMATAN:
ANTARA TANGGAPAN DAN KEPANTASAN  MANUSIA

Bacaan 1, Yesaya 25,6-10a; Mazmur Tggp: 23; Bacaan 2: Filipi 4,12-14;19-20; Bacaan Injil: Matius, 22,1-14


INTRODUKSI
Saudara/i...,
Kegiatan menghadiri pesta nikah bukan hal baru dalam masyarakat kita. Kit akan merasa senang jika kita menerima undangan, baik lisan maupun secara tertulis. Kita akan merasa dihormati sekali, apalagi kalau ketika kita sampai di tempat pesta, orang yang mengundang itu datang dan mengajak kita untuk duduk dan mengikuti acara-acara selanjutnya.
Bahkan kita akan merasa bersalah apabila kita tidak bisa hadir dalam pesta nikahnya. Mungkin kita harus mencari banyak alasan untuk dikatakan kepada yang bersangkutan, ketika kita bertemu, sebelum pertanyaan ke luar dari mulutnya: “Mengapa kamu tidak dapat waktu pestaku?”

URAIAN KITAB SUCI
Saudara/i...,
Dalam Injil hari ini difirmankan, “Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan nikah untuk anaknya.” Ungkapan ini kiranya mengantar kita kepada pemahaman bahwa menghadiri “perjamuan nikah” bukan hanya sekadar hadir dalam resepsi duniawi, melainkan mengikuti upacara suci. Mengapa diistilahkan dengan upacara suci? Karena “perjamuan nikah” tidak hanya diartikan sebagai kesatuan keakraban antara pengantin pria dan wanita, melainkan suatu kesatuan keakraban antara Allah sendiri dan manusia ciptaan-Nya, antara Kristus dan Gereja-Nya. Kebenaran kebenaran keakraban antara dua orang, pria dan wanita, seperti yang banyak dikisahkan dalam Kitab Suci Kidung Agung, seperti kisah di mana kedua mempelai saling memuji keelokan masing-masing (Kid 1:9; 2:7), saling mengungkapkan rasa rindu (Kid 3:1-5; 5:2-8), dan saling mengungkapkan nikmatnya saat berduaan (Kid 7:6-8:4), mengungkapkan kedekatan antara Allah dan manusia. Allah mengungkapkan kerinduan-Nya kepada manusia, ingin berduaan dengan manusia, dan mengadakan perjamuan juga dengan manusia.

Saudara/i terkasih...,
Di dalam kidung-kidung itu, kasih antara kedua mempelai tampil sebagai tempat kehadiran yang ilahi. Kehadiran-Nya nyata dalam hal yang paling bisa dirasakan. Oleh karena itu, bagi orang Yahudi, ikut serta dalam perjamuan nikah berarti mendekatkan orang pada kemanusiaan dan keilahian sekaligus. Sebaliknya, penolakan terhadap undangan ikut serta dalam perjamuan nikah bukan hanya sekadar tidak ikut pesta duniawi, sebagaimana yang kita pahami dalam masyarakat.
Perumpamaan hari ini sungguh luar biasa. Sang Raja sungguh rendah hati dan sabar. Perjamuan nikah sudah siap. Akan tetapi, para undangan tidak mau datang. Mereka bukan hanya menolak undangan, melainkan membunuh pengantar undangan. Keadaan yang sungguh mengecewakan. Tampaknya justru inilah pesan pokok yang hendak ditunjukkan sang pewarta, yakni Allah yang kecewa, karena kasih-Nya bertepuk sebelah tangan, kasih-Nya tidak mendapatkan tanggapan dari manusia.
Sungguh luar biasa, sang raja tidak patah arang. Melalui para hambanya ia mengundang orang yang berada di persimpangan jalan. Akhirnya, pesta nikah itu dimeriahkan oleh kehadiran orang-orang yang berasal dari persimpangan jalan.
Sang Raja berpikir, bahwa harus ada orang-orang yang hadir, karena hidangan telah disiapkan dan nanti Tuhan akan menghapus setiap air mata dari wajah setiap orang. Tuhan Yahwe tidak ingin umat Israel menangis dan merasa ditinggalkan; namun Tuhan menghidangkan bagi mereka perjamuan. Inilah yang ditekankan pada bacaan pertama dari Nabi Yesaya. Hidangan ini tidak hanya ditujukan kepada mereka yang punya jabatan penting dalam masyarakat, melainkan juga kepada mereka yang berada di persimpangan jalan.
Persimpangan jalan ialah suatu tempat di mana orang berkumpul dengan aneka macam keperluan: istirahat, menunggu kesempatan kerja, menunggu mobil untuk ditumpangi, melewatkan waktu sambil bersantai-santai, berjualan, membeli, dan sebagainya. Orang-orang seperti itulah yang diundang datang ke perjamuan nikah. Tampak di sini bahwa sang raja ingin berbagi kegembiraan. Kegembiraan akan menjadi lengkap jika orang yang diundang ini datang dan ikut merasakan bersama kebahagiaan itu.

APLIKASI - PRAKTIS
Bagian akhir Injil hari ini agak mengejutkan. Mengapa? Karena setelah ruangan pesta penuh, dimeriahkan oleh orang-orang dari persimpangan jalan, tiba-tiba sang raja marah dan menegur orang yang datang tanpa mengenakan pakaian pesta.
Teguran sang raja kiranya bisa dijelaskan sebagai berikut: bahwa dalam cara pikir orang Semit (Yahudi – Timur Tengah), pakaian memberi bentuk kepada orang yang memakainya. Artinya, dengan pakaian yang dikenakan, ia dapat dikenali. Dengan berpakaian pesta, ia memang mau menghadiri pesta itu, dan bukan untuk rapat RT atau urusan lain. Oleh karena itu, dengan tidak mengenakan pakaian pesta, berarti ia tidak sungguh-sungguh ingin datang mengikuti pesta.

Saudara/i terkasih...,
Ada beberapa hal yang hendak disampaikan kepada kita pesan Sabda Tuhan hari Minggu Biasa ke 28 ini:
Pertama, Kerajaan Surga bukanlah tempat yang sudah jadi, seperti sebuah rumah yang siap untuk diberkati dan ditempati. Sebaliknya, Kerajaan Surga itu seperti bakal rumah yang siap untuk kita bangun. Bahan-bahan sudah ada, seperti kesempatan berbuat baik, rajin berdoa, melakukan sedekah, mengutamakan kejujuran, dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk tingkah laku inilah yang seharusnya kita bangun, karena hasilnya ialah Kerajaan Allah kita. Karena itu kita diajak untuk membangun nilai-nilai ini. Kita tidak hanya mendengar ajakan atau undangan, tetapi kita kita harus mengikuti dan menghadiri undangan itu dengan meninggalkan sikap santai kita di persimpangan jalan hidup kita, meninggalkan perasaan malas-malasan di rumah, dengan pergi ke perkumpulan doa atau ekaristi di Gereja, dll. Inilah wujud bahwa kita ingin ikut ke pesta perjamuan itu. Injil hari ini menunjukkan kepada kita tentang Allah yang kecewa, bertepuk sebelah tangan, kasih-Nya membentur dinding. Dia berusaha menyelamatkan, namun manusia menolaknya. Apakah kita juga akan menambah jumlah orang yang mengecewakan Allah?
Kedua, ialah ajakan untuk merindukan kebahagiakan kekal, dengan meningkatkan kepantasan hidup kita – pakaian pesta (hidup di surga bersama Allah Bapa, dan Putera dan Roh Kudus). Namun anehnya, justru kita sering menolak undangan Tuhan agar kita bisa menikmati kebahagiaan Surga itu. Bentuk-bentuk penolakan itu misalnya 1) tidak bertekun mengikuti Perayaan Ekaristi; 2) malas berdoa pribadi atau bersama secara rutin; 3) tidak tertarik masuk ke dalam kegiatan rohani / kategorial misalnya doa legio maria / OFS atau kegiatan gerejani lainya, tidak ingin hadir dalam pendalaman APP atau pendalaman Kitab Suci karena sibuk (tapi kalau diajak teman untuk memancing, pasti punya banyak waktu). Kita malah sibuk dengan urusan duniawi yang menurut kita lebih penting daripada urusan rohani yang menyelamatkan. Jadi kita diajak untuk memiliki kerinduan akan Kerajaan Allah itu melalui aktif menghadiri kegiatan-kegiatan rohani, karena dengan itu kita membangun Kerajaan Allah kita. Amin

Telukdalam, 12 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...