“BELAJAR DARI YOHANES PEMBAPTIS:
PENANTIAN, PENGHARAPAN, KEJUJURAN DAN KERENDAHAN HATI!”
EXORDIUM:
Ada tiga orang anak kecil yang sedang berbagi pengalaman
mereka. Mungkin suatu ketiga, orang tua mereka masing-masing pernah membawa
mereka jalan-jalan di kebun binatang, dan di tempat yang berbeda pula. Anak
yang pertama bercerita kalau dia pernah pergi ke Museum di Gunungsitoli dan
melihat di sana ada buaya dan binatang-binatang lainnya yang cantik-cantik,
yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Anak kedua juga tidak mau kalah. Dia
mengatakan bahwa dia pernah ke Medan dan dia pernah dibawa orang tuanya
jalan-jalan ke kebun binatang, dan di sana ada Zebra dan juga Harimau yang
besar-besar. Indah sekali pemandangannya. Nah, anak yang ketiga juga tidak mau
kalah. Dia katakan bahwa beberapa waktu lalu, dia pernah dibawa oleh orang
tuanya ke Jakarta dan pergi bertamasya ke Dufan
(dunia fantasi) di Ancol. Di sana dia melihat banyak juga binatang seperti
kuda, rusa, dan Gajah yang besar serta permainan-permainan yang mirip seperti
di Pasar Natal lapangan Orurusa di malam hari. Begitulah ketiga anak itu terus
bercerita, dan sepertinya yang satu tidak mau kalah dari yang lainnya. Mereka
ingin tampil lebih dari yang lain. Tidak seorangpun tahu berapa persen
kebenaran dan berapa persen kebohongan dari cerita anak-anak ini.
CORPUS
Bapak/ibu ...., kebohongan sering dirangkai manusia
supaya menimbulkan kesan baik, hebat, dan terpandang serta terhormat oleh orang
lain.
Bacaan-bacaan kitab suci pada hari Minggu Adven ketiga
ini menampilkan sikap kerendahan hati para utusan Allah. Bacaan pertama menampilkan Nabi Yesaya dengan sikap
kerendahan hati serta kejujurannya di hadapan bangsa Israel. Dia katakan: “Roh
Tuhan menaungi aku, karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku
untuk menyampaikan khabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat
orang-orang yang remuk hati...”. Demikianlah Tuhan Allah akan menumbuhkan
kebenaran dan pujian di hadapan segala bangsa.
Di sini bapak-ibu, dan saudara/i terkasih. Dengan penuh
kerendahan hati, Yesaya ingin menampilkan diri sebagai utusan Allah yang jujur,
dan tidak takut mengatakan hal yang sesungguhnya yang harus dia lakukan. Nabi
Yesaya tidak ingin menyembunyikan tugas yang diterima dari Allah, tetapi dia
dengan jujur, berani dan rendah hati bahwa dialah yang diutus Allah untuk mewartakan
khabar baik. Dengan kejujuran dan keberaniannya, Yesaya tidak takut kepada
orang-orang yang mungkin akan membenci dan menyingkirkan dia. Dia berani dan
dengan lantang mewartakan pertobatan kepada bangsa Israel, yang senantiasa
menjauhkan diri dari Allah.
Bapak/ibu saudara/i..., kejujuran, ketaatan, kerendahan
hati dan keberanian Nabi Yesaya juga ditunjukkan oleh Yohanes Pembaptis dalam
bacaan Injil hari ini. “Aku bukan Mesias”, adalah jawaban kejujuran Yohanes
Pembaptis kepada orang-orang yang bertanya kepadanya, tentang n”apakah dia
Mesias”. Dengan jujur, rendah hati, berani dan terbuka, Yohanes menjawab: “Aku
bukan Messias”. Sebenarnya Yohanes punya kesempatan untuk menonjolkan dirinya,
karena orang Israel semakin menaruh pengharapan kepadanya. Orang Israel bahkan
mulai percaya bahwa Yohaneslah adalah Nabi yang sedang ditunggu-tunggu itu.
Yohanes justru selalu menjawab: “Bukan! Aku bukan Mesias! Aku juga bukan nabi
yang akan datang itu, seperti yang sedang kalian tunggu. Aku hanyalah seorang
yang berseru-seru di Padang gurun: “luruskanlah jalan Tuhan, seperti yang telah
dikatakan oleh nabi Yesaya”.
Bapak/ibu..., penegasan Yohanes Pembaptis berpuncak pada
gagasan yang dikatakan juga secara terbuka, rendah hati dan jujur kepada bangsa
Israel bahwa: “Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengahmu berdiri DIA
yang tidak kamu kenal, yaitu DIA, yang datang kemudian dari padaku. Membuka
tali kasutnya pun, aku tidak layak”. Yohanes sadar bahwa dia harus pelan-pelan
mundur dari pewartaannya, serta sekaligus membiarkan Yesus tampil sebagai
seseorang yang sedang ditunggu-tunggu. Yohanes Pembaptis tahu diri dan sadar
diri, bahwa bukan dia yang harus dikenal. Yang harus dikenal dan dipahami oleh
bangsa Israel ialah Putera Allah, Yesus sendiri. Yohanes tahu bahwa dia
hanyalah utusan yang mendahului, bukan sentral dari penantian bangsa Israel.
CONCLUSIO
Masa
Adven ialah masa penantian, pengharapan dan sukacita. Namun masa Adven
adalah masa di mana kita belajar beriman dan bertingkah laku dari Yohanes
Pembaptis serta belajar kerendahan hati, kejujuran, ketulusan, ketaatan dan
tahu diri di hadapan Allah. Bagaimanakah cara kita menanti, bagaimanakah cara
kita berharap, dan bagaimanakah cara kita bersuka cita dalam mengisi masa Adven
itu?
- Agar kita nanti bisa layak dan pantas serta berduka cita di hari kelahiran Tuhan, maka sekarang kita seharusnya meningkatkan perbaikan tingkah laku kita dan sikap kita untuk mencoba jujur, terbuka, rendah hati serta tahu diri bahwa kita adalah orang-orang yang penuh dengan kekurangan di hadapan Allah.
- Seperti Yohanes Pembaptis, kita juga diajak untuk puasa atau menahan diri memamerkan diri kita, atau menonjolkan diri kita. Kita diajak untuk mengutamakan orang lain, membuat orang lain tampil untuk makin berkembang dalam hidup, membuat orang lain juga sukses, membuat orang lain juga menemukan nilai-nilai hidup yang sedang dicarinya. Begitulah kita belajar dari Yohanes Pembaptis pada hari ini, untuk tidak mengatakan kepada sesama kita: “Saya dulu”, atau mengutamakan kepentingan diri sendiri; melainkan mencoba untuk mengutamakan diri orang lain. Dengan itu, kita bisa menghayati masa Adven ini dengan baik, dengan pantas dan layak dan akhirnya kita juga menyiapkan hati kita untuk kedatangan Tuhan Yesus, atau kelahiran Tuhan Yesus dalam diri kita dan dalam keluarga kita masing-masing.
- Selamat menghayati masa Adven... Semoga sukses...!!!
Email: giuslay.zone@gmail.com