Sebuah Refleksi Pedagogis – Edukatif untuk Para Pendidik
Oleh: Sergius Lay
1.
Pengantar
Fokus pemikiran dalam tulisan ini
adalah guru. Secara umum, tulisan ini
hendak menampilkan apa itu muatan kata efektif, yang dikenakan kepada
konsep”guru efektif” dan kemudian dideskripsikan tentang bagaimana cara untuk
menjadi seorang guru efektif. Dalam hal ini, kita ingin melihat bagaimana
kehadiran mereka dalam setiap pertemuan di kelas dan dilihat sebagai sebuah
kehadiran efektif dalam seluruh proses pembelajaran yang dilakukan di kelas
bersama dengan para siswa. Dengan keefektifan kehadiran tersebut, akhirnya
membawa suatu pengaruh bahwa pengajaran yang dilakukan juga efektif.
Tulisan ini mencoba menghadirkan
kepada kita tentang maksud dan tujuan dari alasan yang telah dikemukakan di
atas.
2.
Arti “Guru
yang Efektif”
Jika kita merujuk kepada tugas guru
setiap hari di sekolah, “keefektifan” adalah suatu konsep yang sulit dipahami
secara utuh. Ada yang mengatakan
misalnya keefektifan seorang guru dalam arti mendapatkan atau mengumpulkan
banyak siswa yang menjadi murid-muridnya. Ada yang juga menitikberatkan pada
perhatian akan evaluasi atas prestasi-prestasi bagus yang dilakukan oleh para
penguji yang telah ditentukan. Yang lain lagi menekankan pada aspek
kesuksesan-kesuksesan yang diraih oleh para siswa sebagai hasil dari pengajaran
dan pendidikan yang dilakukan oleh para guru.[1]
Beberapa ahli lain seperti
Crickshank dan Haefele mengemukakan bahwa guru-guru yang baik dan efektif
didefinisikan sebagai guru yang ideal, analitis, bertanggung jawab,
berkompeten, ahli, refleksif, respektif terhadap keberbedaan serta dihormati
juga oleh orang lain. Mereka menekankan pada bagaimana para guru menampilkan
diri sebagai seorang yang sungguh-sungguh guru yang menghayati peran mereka
yang sesungguhnya.[2]
Secara umum, kualitas seorang guru
yang efektif sangat ditentukan atau merangkum pelbagai karakteristik guru
sebagai pribadi (person), persiapan menjadi guru, pengelolaan kelas, dan
bentuk-bentuk yang berkaitan dengan memprogram, mengajar dan memverifikasi
progres dari para murid. Dengan demikian, efektivitas seorang guru sebagai
sungguh-sungguh guru ditentukan oleh dimensi-dimensi tersebut.
3.
Prasyarat
menjadi Seorang Guru yang Efektif
Menjadi seorang guru yang baik dan
efektif dalam menata seluruh program pengajaran dan pembelajaran, sangat
ditentukan oleh bagaimana mereka seharusnya dipersiapkan menjadi guru. Karena
itu, butuh penataan persiapan yang baik dalam formasi awal serta formasi
pelayanan atau on going formation
atau pendidikan dan pembinaan berkelanjutan. Hal itu tersebut berkaitan dengan
aspek-aspek persiapan pedagogis dan edukatif.[3]
Sebagai seorang pribadi dan yang
memiliki profesi sebagai guru atau pengajar dan pendidik, di sini akan
dilukiskan secara singkat tentang pribadi guru dan profesinya dalam kaitan
dengan pengajaran efektif. Pertama, Kemampuan Kebahasaan. Pada
aspek pertama ini, hendak dikatakan bahwa cara mengajar dengan kualitas vokal
atau suara yang bagus dan baik, dapat mempengaruhi pemahaman dan pengertian
dari para siswa di kelas. Inferioritas serta kemampuan olah vokal yang kurang baik,
menyebabkan para siswa kurang mendapatkan prestasi dalam belajar. Karena itu,
kemampuan verbalitas seorang guru sangat penting diperhatikan untuk menentukan
tingkat keberhasilan siswa dalam mengajar. Kemampuan verbal ini berkaitan
dengan kemampuan komunikasi yang baik dalam mentransferkan pelbagai informasi
kepengetahuan kepada peserta didik. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran,
seorang guru dapat mengembangkan aspek-aspek seperti: relasi langsung yang
positif dengan peserta didik, peserta didik merasa nyaman dengan proses
transfer ilmu yang sedang dilakukan dari guru, dan para guru pun dapat semakin
profesional dalam menghayati tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.[4]
Kedua, Kursus-Kursus Pedagogis. Secara tradisional persiapan
menjadi seorang guru dimengerti sebagai kegiatan mengikuti kegiatan perkuliahan
yang didasari pada pengetahuan tentang perkembangan anak-anak, teknik dan
evaluasi mengajar, serta metode-metode dan materi-materi khusus yang terkait
dengan spesifikasi ilmu yang didalami. Tetapi banyak ahli pendidikan memikirkan
jenis-jenis kursus lainnya yang sifatnya pendek, teknis dan praktis yang
menunjang “ilmu dasar” dari jurusan atau program studi yang telah diikuti oleh
seorang calon guru selama masa kuliah reguler. Kursus-kursus pedagogis ini
dapat dilaksanakan ketika para calon guru sedang mengikuti program perkuliahan
formal serta dapat juga dilaksanakan ketika sedang dalam pelayanan. Guru harus
terbuka terhadap kursus-kursus lain dengan tema-tema yang menunjang profesinya,
dan tidak memfokuskan diri pada ilmu yang digelutinya dan yang menjadi
spesialisasinya.[5]
Ketiga, Sertifikasi Guru. Hal lain yang juga penting dalam usaha menjadi guru
yang efektif adalah tentang sertifikasi. Sering orang jatuh pada pemahaman yang
salah bahwa urusan sertifikasi lebih berkaitan dengan mendapatkan honor
tambahan dari negara kepada seorang pribadi guru. Padahal dalam dimensi
keprofesionalan guru, sertifikasi sangat berkaitan dengan izin serta kelayakan
yang bersifat publik bahwa seseorang dapat secara benar-benar berprofesi
sebagai guru. Bahan sertifikasi harus sungguh diperhatikan agar sesuai dengan
maksud dari sertifikasi itu, misalnya didasarkan pada: pengetahuan tentang isi
materi, tentang metode mengajar serta evaluasi, tentang partisipasi mereka terhadap
kursus-kursus perkembangan profesi keguruan. Guru-guru yang telah
tersertifikasi dengan baik menurut maksud dari sertifikasi itu sangat
mempengaruhi efektivitas guru dalam mengajar dan mendidik di kelas.[6]
Keempat, Pengetahuan akan Isi Pengajaran. Pengetahuan seorang guru akan isi
dari ilmu yang dimilikinya menjadi hal yang sangat esensial dari pribadi
seorang guru yang efektif. Pengetahuan tentang materi ajar mempengaruhi
prestasi dalam pembelajaran di kelas. Selama masa persiapan (perkuliahan) calon
guru harus dapat secara terbuka mengakses segala sumber keilmuan yang mendukung
profesinya sebagai guru kelak. Kekurangan dalam hal ilmu yang dimiliki, sangat
mempengaruhi prestasi pembelajaran karena guru berhadapan dengan ketidakcukupan
pengetahuan yang seharusnya telah didapatnya selama masa kuliah. Ini dapat
menjadi masalah karena guru menempatkan dirinya dalam ketidaktahuan yang pada
tempatnya menciptakan kebingungan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta
didik. Guru yang efektif adalah guru yang memiliki pengetahuan akan isi
pengajaran, serta terbuka untuk pengembangan yang lebih baik lagi.[7]
Kelima, Pengalaman Mengajar. Problem efektif atau tidak kegiatan pembelajaran dan
pengajaran sangat dipengaruhi juga oleh pengalaman mengajar. Pengalaman mengajar
mengandaikan bahwa guru sudah akan makin memiliki keahlian dalam tugas dan
profesinya. Walaupun demikian, lamanya aktivitas mengajar tidak menjamin bahwa
seorang guru akan menjadi ahli serta memiliki keefektifan dalam mengajar
peserta didik. Pengalaman mengajar seharusnya membawa pribadi guru dari pribadi
yang memiliki “pengetahuan perpustakaan” kepada “pengetahuan yang
dipraktekkan”. Banyak para ahli pendidikan mengatakan bahwa para guru yang
telah memiliki banyak pengalaman mengajar akan memudahkan menjadikan dirinya
sebagai seorang guru yang sangat efektif dalam mengajar peserta didik. Karena
itu perlu bahwa setiap guru dapat memaknai setiap kegiatan pembelajaran dan
pengajaran di kelas, sehingga dari tahun ke tahun tingkat keprofesionalan mereka
makin berkualitas.[8]
Keenam, Berhadapan dengan Siswa yang Rapuh. Secara sempit, yang dimaksud
dengan “rapuh” di sini adalah “kekurangan” dari keterbatasan para siswa dalam
mengakses ilmu pengetahuan. “Rapuh” tersebut menunjuk misalnya situasi
kemiskinan, ketiadaan sumber daya alam untuk diakses bagi kebutuhan, yang
berada di lingkungan rawan konflik, dan lainnya. Secara umum kita dapat
mengetahui bahwa setiap kelas yang dihadapi guru terdiri dari banyak siswa,
yang terdiri dari para siswa yang “baik” dan juga “tidak baik” atau “rapuh”
atau “riskan”. Kualitas dari profesi seorang guru sangat juga ditentukan oleh
bagaimana kapasitas guru dalam menangani para siswa yang bermasalah. Seorang
guru dalam efektif dalam mentransferkan ilmu kepada peserta didik jika memiliki
kemampuan komunikasi yang baik serta mampu menerapkan metode-metode yang cocok
dalam menghadapi para siswa yang “bermasalah” seperti ini. Karena itu, menjadi
seorang guru harus memperhatikan aspek-aspek lain yang terkait dengan situasi
peserta didik, seperti “rapuh” dalam menghadapi hidup mereka. Ini harus
disiapkan oleh guru tersebut sudah sejak mereka mengikuti perkuliahan di
perguruan tinggi. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran, para guru ini harus
tahu isi dari materi serta punya kemampuan menyampaikannya kepada peserta
didik, memperhatikan kebutuhan dari peserta didik dan menyesuaikan dengan
proses pentransferan ilmu tersebut, dan lain-lain.[9]
Ketujuh, Berhadapan dengan Siswa Berbakat. Berkaitan dengan aspek ini, para
guru tidak mendapat masalah berarti untuk menjadikannya sebagai sebuah
pengajaran dan pengajaran yang efektif, yang pada waktunya menciptakan dirinya
sebagai guru yang efektif. Walaupun demikian, para guru yang berada para
situasi ini harus terus meningkatkan keterampilan dan kualitas profesinya.
Tugas profesi yang diemban harus ditambahkan kepadanya agar semakin banyak hal
baik yang diperoleh untuk peningkatan efektivitas dalam proses pengajaran dan
pembelajaran. Situasi peserta didik yang kondusif seharusnya tidak memanjakan para
guru melainkan memicu mereka untuk makin berkembang dalam profesi dan juga
dalam kepribadian mereka secara menyeluruh.[10]
4.
Sifat dan
Peran Guru yang Efektif sebagai Pribadi
Keberhasilan seorang guru dalam
mengemban tugasnya sebagai pengajar dan pendidik sangat ditentukan oleh
integritas kepribadiannya, terutama ketika guru tersebut sedang berhadapan
dengan peserta didik di kelasnya. Karena itu kita perlu mengetahui tentang
bagaimana sifat-sifat afeksi para guru merelasikan dirinya dengan efektivitas
serta dengan persepsi-persepsi efektivitas.
Sifat-sifat tersebut dapat
digolongkan ke dalam beberapa aspek: perawatan / carring, keadilan dan respek, interaksi dengan peserta didik,
antusiasme dan motivasi, sikap selama proses pengajaran, praktek refleksif,
pendekatan terhadap siswa-siswi yang rapuh, pendekatan terhadap peserta didik
berbakat.[11]
Pertama, Peran Merawat Peserta Didik. Para guru yang efektif adalah
para guru yang selalu menjaga dan merawat siswa-siswi mereka agar merasa
nyaman, yang selalu membuat siswa-siswi nyaman dan rindu terhadap guru mereka. Peran
merawat tersebut dapat ditempuh melalui beberapa sikap guru terhadap siswa-siswi
mereka: mendengar dengan penuh perhatian yang tidak hanya dibatasi di ruangan
kelas melainkan di setiap tempat di mana peserta didik tersebut dapat dijumpai,
memahami siswa-siswi terutama ketika berhadapan dengan argumentasi serta
tanggapan-tanggapan yang diberikan kepada guru, mengenal dan mengetahui
bagaimana dan siapakah mereka baik secara formal maupun nonformal.[12]
Kedua, Peran Keadilan dan Respek. Dalam mengelola kelas seorang
guru butuh menstabilkan sebuah relasi atas dasar keyakinan dengan siswa-siswi,
terutama melalui sikap adil dan respek. Pandangan yang meyakinkan kepada siswa-siswi
adalah prasyarat dari suatu pendekatan yang efektif. Guru yang menunjukkan
secara terus menerus rasa hormat dan pemahaman yang baik terhadap perbedaan
(ras, jenis kelamin, tingkat inteligensi, etnis, dan lain sebagainya) yang
dimiliki setiap siswa di dalam kelas yang sama dapat menciptakan dalam dirinya
seorang guru yang efektif dalam mengemban tugas mengajar dan mendidik.[13]
Ketiga, Interaksi Sosial dengan Peserta Didik. Kita tahu bahwa guru dan siswa-siswi banyak
menghabiskan waktu di kelas setiap harinya. Waktu-waktu inilah yang seharusnya
digunakan oleh guru untuk merawat, memberikan rasa keadilan serta menghormati
kepada siswa-siswi, dan demikian meningkatkan dan menumpukkan aspek efektif
bersama siswa-siswi. Para guru harus menggunakan strategi untuk menjadikan
setiap interaksi ini menjadi interaksi efektif dan berdaya guna serta demi
sebuah pencapaian kesuksesan bagi siswa-siswi mereka. Interaksi yang bersahabat
dengan siswa-siswi menjadi salah satu alternatif dalam membangun pribadi guru
yang efektif.[14]
Keempat, Mempromosikan Antusiasme dan Motivasi Belajar.
Pengajaran efektif dapat juga terjadi jika dari pihak guru selalu berusaha
untuk mempromosikan rasa antusiasme serta memberikan motivasi kepada siswa-siswi
untuk giat belajar. Guru yang selalu dengan sikap antusias dan senantiasa memberikan
motivasi kepada siswa-siswi belajar, akan sangat disukai dan dihargai dan dengan
sendirinya menjadikan pribadi guru yang efektif. Karena itu guru yang efektif
selalu membuka peluang bagi siswa-siswi memiliki motivasi dan tidak bosan dalam
belajar. Karena itu guru yang punya antusiasme serta motivasi dalam dirinya,
akan membuat siswa-siswi memiliki keinginan yang juga tinggi untuk meraih
sukses dalam belajar.[15]
Kelima, Peran Refleksi tentang Praksis. Ini adalah aspek profesionalitas
lain yang harus diperhatikan oleh tenaga pendidik untuk menjadi seorang guru
efektif, terutama yang berkaitan dengan kegiatan merefleksikan atas seluruh
proses pengajaran dan pembelajaran di kelas. Setiap guru harus mampu melakukan
kegiatan refleksi atas kehadiran dan setiap tindakannya di kelas, apakah
sungguh efektif untuk peningkatan kemampuan belajar siswa-siswi atau justru
sebaliknya. Kegiatan dan aktivitas yang selalu dibawa ke tahap refleksi, akan
berpengaruh kepada peningkatan kualitas profesionalitas seorang guru.[16]
Keenam, Di Hadapan Siswa Rapuh. Berhadapan dengan siswa-siswi
yang “rapuh” para guru harus menampilkan karakter perawatan (carring) yang maksimal terhadap mereka.
Kesuksesan siswa-siswi “rapuh” sangat ditentukan oleh perhatian para guru dalam
aspek ini. Sebagai seorang pribadi, para guru di hadapan para siswa rapuh
digambarkan sebagai pribadi yang “turut menderita, toleransi, pikiran yang
terus terbuka, punya motivasi dan komitmen yang tinggi untuk kesuksesan para
siswa tersebut. Guru-guru yang memiliki sikap dan sifat seperti itu disebut
Howard sebagai guru-guru “cerdas yang panas” dan mereka melihat para siswa
sebagai siswa-siswi “miskin”atau “kecil”.[17]
Ketujuh, Di Hadapan Siswa Berbakat. Selain berhadapan dengan siswa
yang rapuh, para guru juga berhadapan dengan sejumlah siswa yang berbakat dana
berprestasi di kelasnya. Para siswa dalam tipe ini sering juga memberi
penilaian terhadap para guru mereka atas dasar penampilan dan tingkah laku
mereka. Situasi ini seharusnya mendorong para guru untuk bisa lebih mencari
kemungkinan-kemungkinan lainnya untuk meningkatkan prestasi siswa melalui
pendekatan-pendekatan yang lebih variatif dan sportif. Keinginan melibatkan
orang tua dan stakeholder dalam proses pendidikan anak menjadi alternatif yang
dapat diciptakan oleh guru untuk meningkatkan profesionalitas mereka. Selain
itu, guru bisa juga mengembangkan pengenalan pribadi siswa mereka melalui
pengenalan akan komunitas asal serta latar belakang situasi sosial
kemasyarakatan di mana siswa-siswi mereka hidup dan berkembang.[18]
5.
Kemampuan
Mengorganisasi dan Mengelola Kelas
Banyak hal terjadi di dalam kelas.
Persoalan yang paling mencolok ialah pelbagai tingkah laku dan karakteristik
siswa-siswi, yang menuntut guru yang bisa menghadapi serta mengelolanya secara
baik dan bijaksana. Semua guru, baik yang lama maupun yang masih sangat baru,
mereka harus menghadapi secara konsisten dengan kemampuan untuk mempertahankan sebuah
kontrol terhadap kelas. Para guru menyadari bahwa mempertahankan situasi dan
kondisi seperti ini adalah sesuatu yang vital jika ingin menjadikan sebuah
kelas dan lingkungan yang efektif.
Seorang guru yang efektif adalah
seorang yang mengetahui bagaimana menolong para siswa untuk belajar melalui
sarana-sarana pembelajaran, atau melalui materi-materi kurikulum, dan
hubungannya dengan kelas mereka. Seorang guru efektif harus tahu menciptakan
suatu lingkungan kondusif bagi proses pembelajaran. Keberhasilan ini meminta
suatu kecakapan mengorganisasi dan mengelola kelas. Selain itu butuh menjaga
sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan kaidah dan etika umum sebagai seorang
pengajar. Pendidik efektif harus mendedikasikan dirinya dalam sikap proaktif
untuk menstabilkan dalam kelas suatu iklim positif yang berorientasi kepada
pembelajaran.
Beberapa ahli pendidikan mengusulkan
beberapa elemen spesifik dari lingkungan efektif tentang pembelajaran dan
menghubungkan elemen-elemen ini terhadap acuan dasar: yaitu menggunakan
kapasitas / kemampuan pengelolaan kelas, mengaplikasikan elemen-elemen dari
organisasi, mengelola dan menjawab tingkah laku dan perbuatan para siswa,
perhatian khusus dan seimbang kepada para siswa yang rapuh dan juga yang
berprestasi.[19]
6.
Guru
Efektif dan Implementasi Pengajaran
Bagaimana seorang guru dapat
melakukan secara efektif beberapa tugasnya sekaligus di dalam kelas dan ketika
itu juga berhadapan dengan siswa? Selain guru harus memperhatikan pembinaan
profesinya, dia juga masih harus menstabilkan sebuah relasi yang baik dengan
para murid, juga harus mengatur kapasitasnya dalam pengelolaan dan pengorganisasian
kelas, dan masih banyak lagi.
Persiapan seseorang menjadi guru,
memelihara relasi dengan para siswa, mengetahui teknik-teknik pengelolaan kelas
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembentukan atau formasi seorang
calon guru. Agar menjadi seorang guru efektif dalam mengimplementasikan
pengajaran, maka dia harus harus memperhatikan beberapa hal penting, di
antaranya: tahu memproses dan menggunakan sebuah pengulangan strategi
pengajaran yang efektif, dia harus tahu juga mengkomunikasikan dalam gaya
efektif dan mensuport kepada siswa-siswi dalam proses pengajaran dan
pembelajaran,
7.
Idealisme
Seorang Guru Efektif: Tawaran Aplikatif
Pengajaran efektif adalah hasil
dari suatu pengkombinasian dari banyak faktor yang dihadapi dan dihidupi oleh para
guru itu sendiri di lingkungan sekolah maupun di dalam kelas bersama
siswa-siswi. Tujuan fundamental dari suatu program pembinaan guru adalah
“mempersiapkan guru bahwa mereka mampu menolong semua siswa untuk belajar,
tanpa pembedaan status sosial ekonomi, ras atau kelompok etnis dan kasus-kasus
khusus yang dihadapi. Generasi guru yang akan datang harus tahu menguasai
variasi strategi pengajaran dan harus mampu untuk mengadaptasikan pengajaran
kepada para siswa yang mereka layani.
Arthur Wise, seorang Presiden
Konsili Nasional untuk Akreditasi Pendidikan Guru di Amerika Serikat,
mengatakan beberapa deskripsi tentang kapasitas guru untuk profesi edukatif
secara umum dan yang secara khusus dikategorikan sebagai guru yang efektif:
guru efektif merawat secara sungguh-sungguh para muridnya, yang mengakui
kerumitan dalam hal mengajar dan mendidik, yang mampu berkomunikasi secara
jelas, dan yang melayani para siswa dengan penuh hati-hati.[20]
7.1 Perawatan secara Sungguh-Sungguh
Salah satu tema sentral dalam
perbincangan guru efektif adalah perawatan. Para siswa biasanya ingat akan guru
mereka yang selalu merawat mereka, yang menghampiri dan mengakui para siswanya
secara individu dan juga mengakui komunitas dan keluarga para siswa dengan
segala latar belakang mereka masing-masing. Para guru efektif mencari untuk
mengerti tantangan-tantangan yang sedang dihadapi para siswa mereka serta
berusaha mencari solusi bagi mereka. Para guru ingin menyibukkan diri dengan
para siswa dalam mengelaborasi pengetahuan-pengetahuan baru. Para guru juga
akan selalu bertanya dan mencari siswa mereka jika tidak menampakkan diri
mereka di lingkungan sekolah, berelasi dengan orang tua dan mencoba membahas
secara bersama dengan orang tua tentang nasib anak dan siswa mereka.
Merawat tidak berarti sekedar
mengatakan suatu kalimat baik dan menarik, atau menelepon orang tua siswa, atau
menyediakan tiket piknik kepada siswanya, melainkan lebih kepada sebuah
komitmen yang menolong siswa untuk sukses atau berhasil di sekolah, membuat
mereka bertanggung jawab. Guru akan selalu berkomitmen secara
bersungguh-sungguh untuk menolong siswa melalukan dengan berani dan semangat,
menjadikan suatu rencana dan idealisme menjadi kenyataan.
7.2 Mengakui Kerumitan dalam Pengajaran dan Pendidikan
Pengajaran adalah sesuatu yang
rumit dan sulit. Pengajaran adalah proses pentransferan informasi yang tidak
terbatas kepada orang lain, dengan latar belakang mereka yang beragam.
Keberhasilan dalam mentransfer ilmu ini mengandaikan suati kapasitas yang baik
dan mumpuni.
Untuk mendapatkan seorang guru
efektif, maka harus memiliki pengetahuan tentang isi materi, ilmu pedagogi,
konteks dan latar belakang siswa. Terhadap variasi latar belakang ini, maka
guru harus mampu untuk beradaptasi dengan kemampuan agar dapat mengajar dan
mendidik siswa dengan baik pula.
Guru efektif mengakui setiap siswa
sebagai seorang pribadi unik dan individual, dan dengan sadar bahwa setiap
orang membawa ke dalam kelas pengalaman dan mimpinya masing-masing. Para guru
juga harus mengetahui kebutuhan dari masing-masing siswa agar pendekatan yang
dilakukan dapat berdaya guna bagi siswa.
7.3 Mengkomunikasikan secara Jelas
Pengkomunikasian adalah sebuah
kunci kesuksesan dalam hampir semua profesi yang meminta interaksi antara
pribadi dan keseluruhan dari suatu organisasi. Setiap orang memiliki banyak hal
yang sudah dan hendak disampaikan. Hal-hal yang ingin dipahami dapat berguna
dengan baik jika sang pemberi pesan dan mengkomunikasikan dengan baik dan
jelas, tanpa hal-hal yang menimbulkan tafsiran ganda.
Untuk dapat menyampaikan dan
berkomunikasi sebagai baik dan jelas, maka guru harus menguasai materinya
dengan baik. Penguasaan materi dapat terjadi dengan baik jika setiap para guru
membiasakan diri membaca dan memahami setiap isi materi itu dengan baik dan
jelas. Selain itu, guru harus menciptakan suatu iklim positif dalam hal
terjadinya pertukaran dialog dan informasi.
Selain itu, untuk membangun suatu
karakteristik afektif, para guru perlu secara menetap mengkomunikasikan suatu
iklim yang menolong dan yang menyemangati serta menjamin bahwa para siswa
sungguh-sungguh terlibat dan berkomitmen dalam sebuah proses dari pengajaran
dan pembelajaran. Harus benar-benar dihindari menyampaikan informasi-informasi
yang membingungkan para siswa. Perlu diusahakan membangun sebuah jenis
komunikasi yang dapat menolong para siswa (dan juga guru yang bersangkutan)
mengerti dengan baik tanpa ada tafsiran-tafsiran yang membuat informasi awal
menjadi kabur.
7.4 Melayani secara Serius
Satu hal terakhir yang juga
mengikat hal-hal yang telah dikatakan sebelumnya adalah melayani para siswa
dengan serius dan penuh dedikasi serta komitmen. Karena itu, perlu diperhatikan
bahwa para guru memiliki keinginan atau kehendak untuk mendedikasikan diri,
waktu dan tenaga mereka kepada profesi mereka. Adalah penting untuk bekerja
keras, tetapi bekerja keras secara cakap dengan penuh pertimbangan dan
inteligen.
Guru efektif seharusnya tertarik
akan pertumbuhan secara berlanjut dari pembelajaran dan merefleksikan
elemen-elemen dari prestasi-prestasi dalam menguatkan untuk memperbaiki situasi
dan kondisi dari siswa-siswi di kelas. Guru efektif senantiasa menghubungkan
perbaikan-perbaikan yang terjadi di lingkungan sekolahnya dengan pengembangan
para siswanya dalam hal pembelajaran serta kesuksesan mereka.
8.
Catatan
Penutup
Menjadi guru efektif bukanlah hal
mudah untuk direalisasikan. Butuh usaha dan kerja keras yang terus menerus agar
pribadi seorang guru akhirnya sampai kepada suatu status bahwa dia dinyatakan
sebagai guru yang benar-benar efektif. Menjadi seorang pribadi yang dicintai
oleh semua siswa di sekolah dan di kelasnya membutuhkan suatu usaha serta
pembiasaan diri untuk menjadi seorang yang efektif.
Menjadi guru efektif tidak dapat
diperoleh dalam beberapa hari atau Minggu atau bahkan bulan melalui praktek-praktek
dan penghayatan profesi sebagai guru. Kita membutuhkan waktu yang lama terutama
melalui latihan-latihan yang terus-menerus serta bertanya kepada orang lain
yang berpengalaman dalam kegiatan pembelajaran dan pengacaran.
[1] James H.
Stronge, Le Qualita’ degli Insegnanti
Efficaci (Roma: LAS, 2010), hlm. 10. (Judul Asli: Qualities of Effective
Teachers).
[2] Cruickhank,
D.R dan Haefele D., Good Teachers,
Plural. Educational Leadership (Tanpa Kota Penerbit: Tanpa Tahun Penerbit,
Februari 2001), hlm. 26-30.
[3] G.
Malizia, Politica Educativa, (Roma: IFFREP,
2010), hlm. 28-46.
[4] James H.
Stronge, Le Qualita degli Insegnanti
Efficaci (Roma, LAS, 2010), hlm. 21-22; Bdk. juga A. Cobb & Gianpietro,
Verbal Ability and Teacher Effectiveness,
dalam Jurnal of Teacher Education, 56
[(4], hlm. 343-354.
[5] P.
Ashton dan L. Crocher, Systematic Study
of Planned Variations: The Essential Focus of Teacher Education Reform., dalam
“Jurnal of Teacher Education (1987), 38, 2-8.
[6] L.C.
Cavalluzo, Is National Board
Certification an Effective Signal of Teacher Quality dalam www.cna.org/documents/cavalluzo.pdf
[7] D. C.
Berliner, In Pursuit of the Expert
Pedagogue, dalam ”Educational Recearcher, 15 (7), hlm. 5-13; Bdk. juga S.
M. Brookhart dan W. E. Loadman, Teacher
Assessment and Validity: What do We Want to Know (1992), dalam “Jurnal of
Personnel Evaluation in Education”, 5, 347-357.
[8] H. Borko
dan C. Livingston, Cognition and
Improvisation: Differences in Mathematics Instruction by Expert and Novice
Teachers, dalam “American Educational Research Journal”, 26 [4] (1989),
hlm. 473-498; Bdk. juga E. A. Covino dan E. Iwanicki, Experienced Teachers: Their Constructs on Effective Teaching, dalam
“Journal of Personnel Evaluation in Education,” no. 11 1996, hlm. 325-363.
[9] S.
Ilmer, J. Snyder, S. Erbaugh dan K. Kurtz, Urban
Educators Perceptions of Successful Teaching, dalam “Jurnal of Teacher
Education, no. 48 [2], (2004), hlm. 379-384.
[10] K. J.
Agne, Caring: The Expert Teacher’s Edge, dalam
“Educational Horizons, no. 70 [3] (1992), hlm. 120-124; R. W. Copenhaver dan D.
J. McIntyre, Teacher’ Perception of
Gifted Students, dalam “Roeper Review, no. 14 (1992), hlm. 151-153.
[11] J. H.
Stronge, Le Qualita degli Insegnanti
Efficaci, (Roma: LAS, 2010), hlm. 39-54.
[12] H. P.
Bain dan R. Jacobs, The Case for Smaller
Classes and Better Teachers, dalam “Streamlined Seminar-National Association
of Elementary School Principals”, no.
9 [September 1990); T. L. Good dan J. E. Brophy, Looking in Classroom (New York: Addison-Wesley, 1997), hlm. 4-30.
[13] V.
Collinson, M. Killeavy dan H. J. Stephenson, Exemplary Teachers: Practicing an Etic of Care in England, Ireland, dan
the United States, dalam “Journal of Experiental Education”, no. 5 [4],
(1999), hlm. 349-366.
[14] S. M.
Brookhart dan W. E. Loadman, Teacher
Assessment and Validity: What do we Want to Know dalam “Journal of
Personnel Evalutation in Education, no. 5 (1992), hlm. 347-357.
[15] B. S.
Bloom (Ed.), Developing Talent in Young
People (New York: Ballantine, 1985), hlm. 280-295.
[16] R. D.
Mitchell, World Class Teachers: When Top
Teachers Earn National Board Certification, Schools and Students Reap the
Benefits, dalam “The American School Board Journal” no. 185 [9], hlm.
27-29; Bdk. juga V. Collinson, M. Killeavy dan H. J. Stephenson, Exemplary Teachers..., hlm. 349-366.
[17] T. C.
Howard, Hearing Footsteps in the Dark:
African-American Students’ Descriptions of Effective Teachers, dalam
“Journal of Education for Students Placed at Risk, no. 4 [4], (2002), hlm.
425-444.
[18] C. R.
Adams dan K. Singh, Direct and Indirect
Effects of School Learning Variables on the Academic Achievement of African
American 10th Graders, dalam “The Journal of Negro Education” no. 67 [1],
(1998), hlm. 48-66.
[19] C. M.
Callahan, Beyond the Gifted Stereotype, dalam
“Educational Leadership,” no. 59 [3], (2001), hlm. 42-46; bdk. juga B. L.
Bridgall dan E. W. Gordon, Raising
Minority Achievement: The Department
of Defense Model (New York: ERIC Clearinghouse on Urban Education Institute
for Urban and Minority Education, 2003), hlm. ED 480 919.
[20] J. H.
Stronge, Le Qualita degli Insegnanti
Efficaci (Roma: LAS, 2010), hlm. 116-121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar