Minggu Biasa 19
– B (2015)
Bacaan 1. 1Raj 19,48; Mzr Tggpn 34; Bacaan 2. Ef 4,30-5,2; dan Injil Yoh 6,41-51
“AKULAH ROTI HIDUP,
YANG TURUN DARI SURGA!
EXORDIUM:
Sudah sejak
hari Minggu ke-17 (yaitu tanggal 26 Juli 2015), kita mulai disuguhkan bacaan
Injil tentang Roti Hidup, yang selalu didukung oleh bacaan pertama dari
Perjanjian Lama. Pada Minggu Biasa ke-19 ini, bacaan Injil dan Bacaan Pertama
juga berkaitan dengan Roti Hidup.
Minggu-Minggu
ini adalah hari-hari Minggu yang sangat baik bagi kita untuk merenungkan
tentang makna atau arti sesungguhnya dari Roti Hidup. Hari ini pada Minggu
Biasa ke-19, kita mendengar Injil dari Yohanes bab 6,41-51, yang termasuk dalam
kitab pertama yang disebut dengan Kitab Tanda-Tanda. Dalam Kitab Tanda-Tanda yaitu
dari bab 2 – 12, (kitab kedua ialah Kitab Kemuliaan), terdiri dari 7 episode,
dan pembicaraan tentang Roti Hidup terdapat dalam episode ketiga.
CORPUS
Dalam episode
ketiga dari Buku Tanda-Tanda ini, Yesus secara jelas mengatakan kepada
orang-orang sekampung-Nya bahwa “AKULAH
ROTI HIDUP YANG TURUN DARI SURGA”.
Rupanya pernyataan
Yesus ini menimbulkan pertanyaan dan sungut-sungut bagi orang-orang sekampung-Nya.
Mereka sangat mempertanyakan: “Bukanlah Ia ini Anak Yusuf, yang ibu dan
bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: ‘Aku telah turun dari surga’?”
Menanggapi
ketidakpercayaan orang-orang Yahudi, yang sekaligus juga orang sekampung-Nya sendiri,
Yesus menghimbau agar mereka tidak “bersungut-sungut”, tidak membiarkan diri
mereka sebal dan tidak mau menerima hal yang tidak segera mereka pahami. Ditegaskannya
bahwa orang dapat datang kepadanya hanya bila ditarik oleh Bapa yang
mengutusnya, dan orang ini akan dibangkitnya pada akhir zaman (Yoh 6:44). Apa
yang terjadi? Untuk mengenal Yesus,
mutlak diperlukan bimbingan ilahi dari Bapa sendiri. Kiranya memang
begitulah penjelasan mengapa orang mulai dapat mempercayai bahwa Yesus memang
sungguh diutus Bapa.
Penegasan
di atas memang terasa aneh. Tetapi maksudnya jelas. Orang-orang Yahudi yang
tidak menerima Yesus sebagai utusan ilahi sebenarnya tidak berada lagi berada
di dalam bimbingan Bapa. Mereka tidak lagi dapat melihat tuntunan dari atas.
Dan menolak orang yang dikirim Bapa untuk membawakan bekal bagi perjalanan ke
akhir zaman. Di sanalah nanti mereka yang menerima sang utusan akan
dibangkitkan, tidak akan tetap mati.
Tekanan utama
dalam episode ketiga dari Buku Tanda-Tanda ini adalah: pertama, bahwa Yesuslah
yang memberikan roti itu (ay 26-34); dan kedua, Yesus sendiri adalah roti itu
(ay 35-47). Jadi karena Yesus sendiri adalah Roti itu, maka Yesus juga
menawarkan diri-Nya sendiri untuk dimakan, karena “Jikalau seorang makan dari
roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Karena roti yang Kuberikan itu ialah
daging-Ku, yang Kuberikan untuk kehidupan dunia”.
Dan Yesus
mau mengajak para pendengar-Nya untuk percaya dan beriman kepada-Nya bahwa
Allahlah yang telah mengutus DIA, membawakan makanan sesungguhnya untuk hidup
kekal, tetapi makanan yang dibawa itu ialah Diri-Nya sendiri, bukan orang lain.
Di sini,
Yesus mau mempersonafikasikan diri-Nya dengan roti, suatu jenis makanan yang
pokok, yang kalau tidak ada, orang mungkin saja akan mati (ibaratkan nasi atau
jenis makanan pokok lainnya di tempat kita, yang digunakan sebagai makanan
utama, yang jika tidak ada maka hidup berada dalam ancaman kematian). Dengan memakan
roti, orang akan menjadi sehat, kenyang dan kuat: untuk bisa melanjutkan
pekerjaan, untuk bisa melanjutkan perjalanan seperti Elia (dalam bacaan pertama
dari Kitab Raja-Raja) yang telah putus asa dan ingin mati ketika mengadakan
perjalanan selama 40 hari 40 malam ke gunung Horeb (Gunung Tuhan), tetapi
kemudian mendapatkan makanan dari malaikat agar bisa melanjutkan kembali
perjalanannya.
CONCLUSIO
Personifikasi
Yesus akan makanan pokok (yang dapat memberikan hidup dan hidup kekal) menunjukkan
peran penting hubungan setiap orang dengan-Nya. Diharapkan, setiap pengikut-Nya
melihat nilai ini di dalam hidupnya. Orang seperti ini melihat Yesus bukan
hanya sekadar pemberi makan, akan tetapi lebih jauh dari itu, dia sendiri, (melalui
sabda-Nya, pewartaan-Nya, pekerjaan-Nya, aktivitas hidup-Nya, dll.) adalah
“makanan”. Dengan demikian, Ia menjadi nutrisi (bukan hanya pemberi) yang
menganugerahkan dan memperpanjang hidup setiap orang.
Hidup kita
sebagai orang kristen, adalah suatu perjalanan yang tidak diketahui sampai
kapan dan sampai di mana. Untuk itu, nutrisi paling baik yang adalah Yesus
Kristus itulah yang memampukan kita agar bisa bertahan sampai ke tujuan akhir
dari perjalanan hidup kita. Jika tidak mendapat nutrisi itu, seorang Kristiani
bisa seperti Elia yang kadang mengalami putus asa, lemah dan lebih parah lagi
tidak menemukan nilai di dalam hidupnya. Yesus adalah roti hidup bagi kita.
Setiap
orang biasanya mempunyai makanan kesukaan atau makanan favorit. Makanan
tertentu yang bagi orang lain biasa saja, tentu menjadi istimewa bagi orang
yang menyukainya. Di mana pun berada dan sejauh memungkinkan, ia akan
mencarinya.
Dalam
setiap Perayaan Ekaristi, mata indrawi kita melihat roti tanpa ragi, berwarna
putih dan berbentuk bulat pipih. Namun, mata iman kita memastikan bahwa itu
bukan roti biasa tetapi roti hidup, yakni Tubuh Kristus. Oleh karena itu,
marilah kita menjadikan-Nya sebagai makanan istimewa dan favorit. Karena
istimewa, maka kita memakannya secara istimewa pula, yakni dengan sikap yang
pantas dan disposisi hati yang baik. Karena favorit, maka kita selalu rindu
untuk menyambut-Nya, setiap hari atau paling tidak setiap minggu. Makanan yang
menguatkan hidup rohani, karena akhirnya hidup dikuasai kasih Yesus yang jadi bagian
hidup kita.
Sibolga,
9 Agustus Juli 2015
Email:
giuslay.zone@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar