Minggu, 09 Agustus 2020

Akulah Roti yang Turun dari Surga

Minggu Biasa 19 – B (2015)
Bacaan 1. 1Raj 19,48; Mzr Tggpn 34; Bacaan 2. Ef 4,30-5,2; dan Injil Yoh 6,41-51


“AKULAH ROTI HIDUP,
YANG TURUN DARI SURGA!


EXORDIUM:
Sudah sejak hari Minggu ke-17 (yaitu tanggal 26 Juli 2015), kita mulai disuguhkan bacaan Injil tentang Roti Hidup, yang selalu didukung oleh bacaan pertama dari Perjanjian Lama. Pada Minggu Biasa ke-19 ini, bacaan Injil dan Bacaan Pertama juga berkaitan dengan Roti Hidup.
Minggu-Minggu ini adalah hari-hari Minggu yang sangat baik bagi kita untuk merenungkan tentang makna atau arti sesungguhnya dari Roti Hidup. Hari ini pada Minggu Biasa ke-19, kita mendengar Injil dari Yohanes bab 6,41-51, yang termasuk dalam kitab pertama yang disebut dengan Kitab Tanda-Tanda. Dalam Kitab Tanda-Tanda yaitu dari bab 2 – 12, (kitab kedua ialah Kitab Kemuliaan), terdiri dari 7 episode, dan pembicaraan tentang Roti Hidup terdapat dalam episode ketiga.

CORPUS
Dalam episode ketiga dari Buku Tanda-Tanda ini, Yesus secara jelas mengatakan kepada orang-orang sekampung-Nya bahwa “AKULAH ROTI HIDUP YANG TURUN DARI SURGA”.
Rupanya pernyataan Yesus ini menimbulkan pertanyaan dan sungut-sungut bagi orang-orang sekampung-Nya. Mereka sangat mempertanyakan: “Bukanlah Ia ini Anak Yusuf, yang ibu dan bapa-Nya kita kenal? Bagaimana Ia dapat berkata: ‘Aku telah turun dari surga’?”
Menanggapi ketidakpercayaan orang-orang Yahudi, yang sekaligus juga orang sekampung-Nya sendiri, Yesus menghimbau agar mereka tidak “bersungut-sungut”, tidak membiarkan diri mereka sebal dan tidak mau menerima hal yang tidak segera mereka pahami. Ditegaskannya bahwa orang dapat datang kepadanya hanya bila ditarik oleh Bapa yang mengutusnya, dan orang ini akan dibangkitnya pada akhir zaman (Yoh 6:44). Apa yang terjadi? Untuk mengenal Yesus, mutlak diperlukan bimbingan ilahi dari Bapa sendiri. Kiranya memang begitulah penjelasan mengapa orang mulai dapat mempercayai bahwa Yesus memang sungguh diutus Bapa.
Penegasan di atas memang terasa aneh. Tetapi maksudnya jelas. Orang-orang Yahudi yang tidak menerima Yesus sebagai utusan ilahi sebenarnya tidak berada lagi berada di dalam bimbingan Bapa. Mereka tidak lagi dapat melihat tuntunan dari atas. Dan menolak orang yang dikirim Bapa untuk membawakan bekal bagi perjalanan ke akhir zaman. Di sanalah nanti mereka yang menerima sang utusan akan dibangkitkan, tidak akan tetap mati.
Tekanan utama dalam episode ketiga dari Buku Tanda-Tanda ini adalah: pertama, bahwa Yesuslah yang memberikan roti itu (ay 26-34); dan kedua, Yesus sendiri adalah roti itu (ay 35-47). Jadi karena Yesus sendiri adalah Roti itu, maka Yesus juga menawarkan diri-Nya sendiri untuk dimakan, karena “Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Karena roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang Kuberikan untuk kehidupan dunia”.
Dan Yesus mau mengajak para pendengar-Nya untuk percaya dan beriman kepada-Nya bahwa Allahlah yang telah mengutus DIA, membawakan makanan sesungguhnya untuk hidup kekal, tetapi makanan yang dibawa itu ialah Diri-Nya sendiri, bukan orang lain.
Di sini, Yesus mau mempersonafikasikan diri-Nya dengan roti, suatu jenis makanan yang pokok, yang kalau tidak ada, orang mungkin saja akan mati (ibaratkan nasi atau jenis makanan pokok lainnya di tempat kita, yang digunakan sebagai makanan utama, yang jika tidak ada maka hidup berada dalam ancaman kematian). Dengan memakan roti, orang akan menjadi sehat, kenyang dan kuat: untuk bisa melanjutkan pekerjaan, untuk bisa melanjutkan perjalanan seperti Elia (dalam bacaan pertama dari Kitab Raja-Raja) yang telah putus asa dan ingin mati ketika mengadakan perjalanan selama 40 hari 40 malam ke gunung Horeb (Gunung Tuhan), tetapi kemudian mendapatkan makanan dari malaikat agar bisa melanjutkan kembali perjalanannya.

CONCLUSIO
Personifikasi Yesus akan makanan pokok (yang dapat memberikan hidup dan hidup kekal) menunjukkan peran penting hubungan setiap orang dengan-Nya. Diharapkan, setiap pengikut-Nya melihat nilai ini di dalam hidupnya. Orang seperti ini melihat Yesus bukan hanya sekadar pemberi makan, akan tetapi lebih jauh dari itu, dia sendiri, (melalui sabda-Nya, pewartaan-Nya, pekerjaan-Nya, aktivitas hidup-Nya, dll.) adalah “makanan”. Dengan demikian, Ia menjadi nutrisi (bukan hanya pemberi) yang menganugerahkan dan memperpanjang hidup setiap orang.
Hidup kita sebagai orang kristen, adalah suatu perjalanan yang tidak diketahui sampai kapan dan sampai di mana. Untuk itu, nutrisi paling baik yang adalah Yesus Kristus itulah yang memampukan kita agar bisa bertahan sampai ke tujuan akhir dari perjalanan hidup kita. Jika tidak mendapat nutrisi itu, seorang Kristiani bisa seperti Elia yang kadang mengalami putus asa, lemah dan lebih parah lagi tidak menemukan nilai di dalam hidupnya. Yesus adalah roti hidup bagi kita.
Setiap orang biasanya mempunyai makanan kesukaan atau makanan favorit. Makanan tertentu yang bagi orang lain biasa saja, tentu menjadi istimewa bagi orang yang menyukainya. Di mana pun berada dan sejauh memungkinkan, ia akan mencarinya.
Dalam setiap Perayaan Ekaristi, mata indrawi kita melihat roti tanpa ragi, berwarna putih dan berbentuk bulat pipih. Namun, mata iman kita memastikan bahwa itu bukan roti biasa tetapi roti hidup, yakni Tubuh Kristus. Oleh karena itu, marilah kita menjadikan-Nya sebagai makanan istimewa dan favorit. Karena istimewa, maka kita memakannya secara istimewa pula, yakni dengan sikap yang pantas dan disposisi hati yang baik. Karena favorit, maka kita selalu rindu untuk menyambut-Nya, setiap hari atau paling tidak setiap minggu. Makanan yang menguatkan hidup rohani, karena akhirnya hidup dikuasai kasih Yesus yang jadi bagian hidup kita.

Sibolga, 9 Agustus Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...