Senin, 16 Desember 2013

Pastoral Pendidikan - Pemikiran Gereja

1.  Kata Pengantar

Tujuan dari setiap hidup manusia ialah kebahagiaan. Kebahagiaan itu akan dapat diperoleh melalui kemampuan intelektual dan perasaan manusia yang dibentuk melalu kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan berusaha membentuk manusia yang sudah manusia menjadi lebih manusia.

Gereja Katolik menganggap ini sebagai aspek penting dan mendasar dalam membentuk manusia untuk menjadi lebih baik, terutama kepada generasi berikut, generasi baru, anak-anak kita. Karena itu, dalam terang Roh Kudus dan dicerahi oleh pewartaan Yesus Kristus tentang inti pokok dalam Kerajaan Allah (kasih, damai dan keadilan), Gereja Katolik Roma mencoba selalu untuk merefleksikan makna pendidikan serta peran dari institusi pendidikan serta orang-orang yang bergerak dalam bidang pendidikan untuk up to date selalu fungsi pendidikan sesuai dengan perkembangan jaman.

Dalam pertemuan pertama ini, kita ingin melihat dan mencoba memahami beberapa dokumen Gereja Katolik yang khusus berbicara tentang pentingnya pendidikan dan pembinaan bagi kaum muda, yang bukan hanya ditujukan kepada anak-anak Katolik, tetapi panggilan mendidik kepada semua manusia untuk menjadi semakin manusia.

Karena itu, bentuk retreat kita kali ini bisa disebut semi retreat dalam arti bahwa ada dua aspek yang kita lakukan bersama: aspek kerohanian (peresapan nilai-nilai religiositas dan kerohanian pribadi dalam relasi dengan Tuhan dan sesama) dan aspek kognitif (kepengetahuan dan kemampuan pemahaman intelektual mengenai ajaran Gereja Katolik tentang Pendidikan).

2.   Dasar-dasar Pemikiran Gereja

Dalam sejarah perkembangan Gereja, perhatian Gereja kepada pendidikan sangat diperhatikan. Pada awalnya, Gereja mendidik orang untuk menjadi Kristen melalui pembaptisan dan aktivitas katekese kepada “pendatang” baru di dalam Gereja. Pusat katekese terletak pada bagaimana menjadi murid Kristus dan mendidik mereka untuk memiliki karakter sebagai orang Kristen.
Dasar-dasar pemikiran Gereja itu nampak dengan jelas melalui dokumen-dokumen Gereja Katolik yang dikeluarkan oleh Tahta Suci Vatikaan sebagai otoritas Gereja Katolik universal, dan juga beberapa kebijakan dalam bidang pendidikan yang dipublikasikan oleh Gereka Katolik lokal. Beberapa dokumen Gereja yang berbicara tentang pendidikan dan sekolah katolik:

2.1   Gravissimum Educationis (28 Oktober 1965)

Dokumen ini berisikan tentang “Deklarasi Pendidikan Kristen” yang termuat dalam Dokumen Konsili Vatikan II. Dokumen Deklarasi ini terdiri dari 12 nomor yang semuanya berbicara tentang pentingnya pendidikan kepada kaum muda terutama dalam menjawabi kebutuhan masyarakat pada waktu itu: keterbukaan Gereja kepada dunia dan kepada penemuan-penemuan baru yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi.

Di sini Konsili mendesak Gereja untuk berperan serta secara aktif dalam kehidupan sosial, terutama dalam kehidupan ekonomi dan politik serta pendidikan. Gereja menyadari bahwa di mana-mana setiap orang berusaha untuk memajukan karya pendidikan; hak-hak utama manusia, khususnya anak-anak serta orang tua, dan sekitar pendidikan ditegaskan dan dituangkan dalam dokumen-dokumen resmi. Karena jumlah murid bertambah pesat, maka sekolah-sekolah diperbanyak secara luas dan disempurnakan serta dibangun lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian lainnya.

Konsili Suci menegaskan bahwa pendidikan adalah hak semua manusia. Pendidikan yang dimaksud ialah dalam arti formal, non formal dan informal. Sekolah-sekolah Katolik memiliki kewajiban untuk mengintegrasikan diri secara aktif dalam kelompok masyarakat, dapat berdialo dengan orang lain, dan mengusahakan pengembangan kepentingan bersama secara sukarela.

Kesempurnaan kemanusiaan kita diwujudkan melalui pendidikan dan Gereja bersama dengan lembaga-lembaga pendidikan membantu pembinaan dunia menurut paham kristen, yang mengangkat nilai-nilai alamiah ke dalam wawasan yang lengkap mengenai manusia yang ditebus Kristus, dan menyumbang untuk kepentingan masyarakat luas. Pendidikan dilaksanakan untuk kepentingan semua manusia, dan bukan hanya untuk kalangan Gereja saja.
Dalam pelaksanaan pendidikan, Gereja dan lembaga pendidikan katolik hendaknya bekerja sama dengan negara atau pemerintah setempat agar kebutuhan tentang pendidikan bisa disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan masyarakat setempat. Negara juga punya kewajiban memajukan dunia pendidikan kaum muda.
Walaupun melibatkan banyak orang dan lembaga dalam pendidikan, namun tugas utama Gereja adalah mendidik semua orang, dan bukan hanya kepada sekelompok orang. Lembaga pendidikan harus menjadi lembaga yang terbuka dalam memanusiakan manusia. Inilah panggilan kekristenan. Karena itu perlu mendirikan sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.

Konsili mengatakan bahwa sekolah yang didirikan adalah sebagai pusat, dengan kegiatan dan perkembangan yang harus didukug bersama oleh keluarga-keluarga, para guru, serba ragam serikat yang memajukan kehidupan kebudayaan, kewargaan dan keagamaan dan oleh negara serta seluruh masyarakat manusia. Sekolah di sini mengambil peran orang tua dalam mendidik anak-anak. Tugas utama mendidik adalah orangtua, dan gereja serta sekolah membantu orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Sekolah didirikan untuk membantu dalam pembentukan orang muda dan memberikan kepada mereka sebuah bentuk kehidupan komunitas sekolah yang didasari oleh roh kebebasan dan kasih, untuk menolong anak-anak remaja untuk bisa berkembang kepribadiannya, sesuai dengan semangat pembaptisan yang telah mereka terima. Selain itu berkoordinasi bersama budaya setempat, didasari pada misi keselamatan, pengetahuan akan dunia, hidup dan manusia, yang kesemuanya dicerahi oleh iman kristen.

Untuk para guru yang melayani di Sekolah Katolik, mereka harus ingat bahwa itu tergantung dari mereka sendiri bahwa Sekolah Katolik dapat berada tingkat merealisasikan tujuan dan inisiatif-inisiatif kependidikannya.

Mereka harus mempersiapkan diri, untuk memiliki ilmu, baik profan maupun agama. Kedekatan antara mereka dan para siswa mengharuskan memberi kesaksian baik dengan hidup maupun dengan doktrin-doktrin kepada guru kita , yaitu Tuhan Yesus Kristus. mereka hendaknya berkolaborasi dengan orang tua; bersama dengan mereka membangun sebuah siklus pendidikan yang membantu orang muda menemukan masa depannya. Karena itu Sekolah katolik harus berani bekerja sama dengan orang tua, dengan masyarakat dan semua semua badan pendidikan yang ada.

2.2   Sekolah Katolik (19 Maret 1977)

Dokumen ini dikeluarkan oleh Kongregasi untuk Pendidikan Katolik di Vatikan tahun 1977. Berjumlah 7 bab dan 93 nomor dan secara khusus membicarakan tentang Sekolah Katolik di seluruh dunia.

Sekolah Katolik dan Misi Penyelamatan dari Gereja
Gereja memiliki tugas yang diterima dari Yesus Kristus sebagai penerus misi keselamatan dunia. Misi penyelamatan yang telah dimulai oleh Yesus Kristus harus diteruskan oleh gereja dalam ziarahnya di dunia. Dan salah satunya ialah melalui pendidikan. Pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah-sekolah katolik harus bertujuan kepada keselamatan, terutama misi pembebasan dari buta huruf dan keterbukaan kepada kehadiran karya keselamatan Allah di tengah dunia.

Sekolah katolik adalah sarana dan prasarana Gereja untuk mengemban misi ini dan karena itu dilaksanakan secara bertanggung jawab agar tujuan membangun Kerajaan Allah di dunia sungguh-sungguh nyata. Kontribusi sekolah katolik kepada misi Gereja itu ialah melalui pendidikan yang diarahkan kepada semua manusia tanpa diskriminasi. Walaupun demikian, Gereja melalui sekolah harus tetap menghargai pluralisme budaya yang ada di seluruh dunia, dan karena itu kegiatan edukatif yang dilaksanakan harus menjawab kebutuhan masyarakat setempat (negara setempat).

Problem-problem aktual yang Mengitari Sekolah Katolik
Sangat disadari bahwa terdapat problem-problem yang dihadapi oleh Gereja dan Sekolah Katolik, karena itu mereka harus berani untuk berdialog dengan budaya-budaya dunia yang mungkin memiliki perbedaan yang sangat fundamental. Juga terhadap politik di sebuah negara dengan segala konsekwensinya yang sangat berbahaya.

Sekolah Katolik sebagai Tempat Pemanusiaan Manusia
Walaupun demikian, sekolah katolik harus menjadi tempat pemanusiaan manusia melalui penyesuaian sistematis dan kritis. Karena itu semua mereka bekerja untuk sekolah katolik harus tahu bahwa sekolah adalah tempat menggerakkan secara integral pertemuan antara segala sesuatu yang hidup – vital dengan warisan budaya.

Selain itu, warisan iman yang dimiliki harus dielaborasi dengan warisan budaya yang hidup di mana sekolah itu ada. Di sekolah, harus diajarkan untuk mendidik, yaitu untuk membangun dan membentuk manusia dari dalam, untuk membebaskannya dari kondisi-kondisi yang mungkin dapat membantunya hidup secara penuh sebagai manusia. Karena itu, tugas formal sekolah katolik ialah menyatakan dimensi etis dan religius, ke tujuan untuk mengaktifkan aspek spiritual subyek dan menolongnya untuk menambahkan kebebasan.

Proyek Pendidikan Sekolah Katolik
Terdapat beberapa proyek pendidikan yang harus ada di dalam lingkungan sekolah katolik, atau yang menjadi program utama dalam upaya memanusiakan manusia yang integral. Yang pertama ialah menempatkan karakter spesifik sekolah yang bersangkutan sebagai sekolah katolik.
Kekhasan itu harus nampak dari namanya dengan identitas “katolik” serta seluruh aktifitasnya yang bersifat katolik. Sebagai sebuah sekolah katolik, maka tujuan pendidikan di sekolah katolik ialah menggerakkan dan mempromosikan pendidikan kemanusiaan yang integral sebagai Kristus sendiri. Pendidikan yang dilakukan tidak boleh hanya bagian per bagian, tapi secara penuh dialami oleh semua mereka yang hidup dalam lingkungan sekolah katolik. Kekhasan yang lainnya ialah bahwa sekolah katolik harus melayani untuk semua manusia, mendidik semua manusia.

Yang kedua ialah bahwa sekolah katolik harus menjadi tempat sintesis antara iman dana budaya. Iman yang dihayati harus diinkulturasikan ke dalam budaya setempat. Sekolah bukan hanya tempat penelitian kultur pengetahuan tetapi juga tempat untuk belajar beriman.

Ketiga ialah bahwa sekolah katolik harus menjadi tempat sintesis antara iman dan hidup. Iman tidak bisa dipisahkan dari realitas kehidupan. Karena itu seluruh persoalan hidup harus direfleksikan dalam terang iman akan Yesus Kristus yang hadir dan menyelamatkan semua manusia. Karena itu sekolah katolik harus dibedakan dari sekolah-sekolah lain dan semua guru serta siapa saja yang datang dan melayani di sana harus menyadari bahwa di sekolah harus bisa mensintesikan antara iman dan pengalaman hidup nyata.
Keempat, perlu ditekan pentingnya pengajaran agama katolik di sekolah katolik. Sekolah katolik tidak bisa serta merta berada sebagai sekolah biasa, tetapi salah satu ciri yang menunjukkan sebagai sekolah katolik ialah pengajaran agama katolik.

Kelima, selain itu sekolah katolik juga harus menjadi tempat pertemuan komunitas pendidikan Kristen. Karena itu dibutuhkan pengetahuan akan nilai-nilai kekristenan yang harus ada dan hidup di dalam sekolah katolik.

Keenam, diperlukan juga partisipasi komunitas Kristen bagi program pendidikan di sekolah katolik. Kelompok-kelompok doa dan paroki setempat seharusnya mengambil bagian dari program sekolah, seperti kehadiran parokus dan semua unsur institusi religius katolik di sekolah katolik.
Ketujuh, sekolah katolik harus dapat juga melaksanakan pelayanan kegerejaan dan sosial. Dalam konteks kegerejaan, sekolah katolik harus menghadirkan dirinya di tengah komunitas gereja, ambil bagian di dalam liturgi gereja. Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat, sekolah katolik harus aktif dalam pemeliharaan kehidupan sosial, seperti terlibat dalam kebersihan lingkungan di sekitarnya.

Tanggung Jawab Sekolah Katolik Masa Kini
Tanggung jawab sekolah katolik masa kini ialah bagaimana mempertahankan kekhasan kekatolikannya serta berani untuk menjawab tantangan-tantangan penemuan keilmuan yang mungkin dapat merusak tatanan moral serta etika umum serta martabat manusia.
Sekolah katolik harus bekerja sama dengan gereja dalam hal mempertahankan kebenaran iman serta berusaha untuk menjawab tuntutan jaman yang kadang mereduksi nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, penelitian-penelitian yang sederhana dan perlu seharusnya dilakukan untuk melihat sejauh mana praktek hidup iman dari setiap komponen yang ada di lingkungan sekolah.

Beberapa garis operatif
Terdapat beberapa pedoman operatif bagi sekolah katolik dalam mengemban tugasnya dalam memanusiakan manusia: pentingnya organisasi dan program sekolah katolik, menjamin karakter spesifik dari sekolah katolik, relasi yang kuat antara sekolah katolik dan institusi religius dan pentingnya sekolah katolik di daerah misi, para guru di sekolah katolik (seruan konsili kepada para guru yang melayani di Sekolah Katolik  agar selalu bersemangat dan bergairah serta tulus dan Gereja mendorong mereka untuk mewujudkan tujuan Sekolah Katolik.
Selain guru-guru awam, harus ditempatkan di sana biarawan – biarawati agar menampakkan kepada dunia peran serta aktif Gereja dalam pendidikan kaum muda), dan situasi ekonomi di sekolah katolik.

Tugas yang Berani dan Solid
Gereja menyadari bahwa tugas sekolah dalam mendidik kaum muda melalui lembaga pendidikan adalah sebuah tanggung jawab yang besar dan sulit.
Walaupun berat dan sulit, sekolah katolik diajak untuk bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, dengan pemerintah setempat, dengan para pemerhati pendidikan, agar tujuan utama dari proses pemanusiaan manusia dapat sungguh-sungguh terealisir dan dunia makin bisa tertata baik. Sekolah katolik tidak bisa bekerja sendiri tetapi dalam kolaborasi serta kooperasi dengan semua entitas yang ada.

2.3   Awam Katolik di Sekolah Katolik: Saksi-saksi Iman (15 Oktober 1994)

Kesadaran Gereja akan pentingnya peran seorang awam (guru yang beragama katolik) yang sedang mengajar di seluruh jenis sekolah (baik pemerintah maupun swasta).
Guru awam membutuhkan pedoman dalam kegiatan pewartaan melalui sikap dan tutur kata yang baik ketika berada di tengah lingkungan sekolah.
Menampilkan sebagai seorang pribadi Kristen yang bertanggung jawab dan partisipatif dalam dunia pendidikan dan kegerejaan (keseimbangan antara kehidupan edukatif dan liturgis serta sakramental). Menyumbangkan ide atau pikiran untuk perkembangan iman umat melalui pelayanan liturgis gereja.
Membantu para pendidik biarawan (bukan mengganti, atau mengambil posisi mereka karena keterbatasan jumlah panggilan religius, sekaligus mempercayakan sekolah katolik kepada kaum awam yang mampu dan kredibel serta punya komitmen dalam bidang edukatif.
Berusah mengembangkan nilai-nilai luhur bagi peserta didik kapasitas intelektual,  kreatifitas dan estetik kemanusiaan, untuk membentuk mengembangkan dalam diri mereka sendiri kapasitas untuk menilai, menghidupi nilai, menolong menlakukan kebiasan-kebiasaan yang benar, tingkah laku yang bijaksana, memasukan siswa ke dalam kehidupan budaya serta membuka diri kepada pemahaman yang baik antara satu dengan yang lain.

Sekolah Katolik harus mempersiapkan para gurunya untuk berada dan hidup sebagai orang Kristen yang baik dan penuh dedikasi bagi pendidikan anak muda, membantu anak-anak didik untuk masuk ke dalam kehidupan masyarakat, dan membantu menciptakan sebuah masyarakat yang damai dan persaudaraan resiprokal.

Untuk sampai pada tujuan ini, maka sekolah katolik perlu membuka diri kepada masyarakat setempat melalui komunikasi dan dialog serta berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat setempat.
Di hadapan siswa-siswi serta para guru dan staf yang bukan katolik, para guru dari agama katolik wajib menunjukkan imannya secara benar dan tulus dan terbuka kepada dialog dengan semua orang.
Harus menghubungkan dirinya dengan siswa-siswi yang bukan beragama katolik. Mereka harus bersikap menghargai, menyambut mereka dengan keterbukaan melalui dialog. Mereka hendaknya ingat bahwa pendidikan yang benar tidak terbatas pada memberi pengetahuan; pendidikan harus mengembangkan martabat manusia dan hubungan manusia yang sejati, serta menyiapkan jalan untuk membuka dirinya bagi Kebenaran, yaitu Kristus.

2.4   Dimensi religius pendidikan di sekolah katolik (7 April 1988)

Mengetengahkan secara jelas tentang karakter spesifik sebuah sekolah katolik ialah dimensi religius-nya. Dimensi inilah yang mau dibedakan dari jenis-jenis sekolah lainnya, baik swasta maupun publik.
Dimensi religius itu terdapat dalam: Suasana pendidikan;  Perkembangan pribadi masing-masing siswa; Hubungan yang terjalin antara kebudayaan dan Injil; Penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman katolik

Kesadaran Gereja bahwa tidak semua siswa di sekolah katolik adalah beragama katolik.
Dibutuhkan pengkomunikasian tentang kekhasan sekolah katolik di awal tahun ajaran dan dalam seluruh proses tahun sekolah tentang kesadaran akan kekhususan ini kepada semua civitas sekolah.
Perhatian utama ialah kepada orang muda, yang harus ditemani dan dibimbing oleh para guru yang berkompeten dan bertanggung jawab dalam mendidikan, kemauan menjadikan generasi muda sebagai penerus yang lebih baik dari kita.

Sekolah katolik harus memikirkan dan menciptakan sebuah iklim positip, iklim pendidikan yang baik, dianimasi oleh kasih dan cinta serta kebebasan serta memelihara iklim damai di seluruh lingkungan sekolah.
Karena itu, sekolah katolik melalui seluruh komponen yang ada di dalamnya berusaha membangun “komunitas pendidikan” di dalamnya seluruh anggotanya merasa bahwa sekolah itu adalah rumahnya, kamarnya, dapurnya dan bersama-sama mengembangkan kasih dan persaudaraan satu sama lain.
Karena bagian dari misi Gereja dalam bidang pendidikan, maka kehadiran otoritas atau pelayan gereja setempat sangat diperhatikan. Kehadiran mereka dimaksudkan untuk mendorong dan memotivasi seluruh komponen sekolah dalam mengembangkan proses belajar mengajar dan membangun komunitas pendidikan itu sendiri.

Dibutuhkan juga dialog terbuka dengan kultur dan kebiasaan setempat, serta kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat setempat dalam memajukan dunia pendidikan kaum muda kita.
Penghargaan terhadap kebebasan beragama: Menghormati setiap siswa secara merata dan tidak membeda-bedakan serta menghormati hati nurani mereka; Sekolah Katolik tidak boleh memaksa yang bukan beragama Katolik tetapi hendaknya kekhasan sebagai lembaga pendidikan katolik harus dikomunikasikan sejak awal kepada orangtua dan siswa yang bukan agama katolik agar mereka mengikuti secara bebas dan sadar kekhususan yang ada dalam institusi pendidikan Katolik.

Dimensi Religius Kehidupan Kaum Muda Masa Kini:
Lembaga Pendidikan Sekolah katolik dan Sekolah seharusnya mengadakan riset mengenai sikap religius kaum muda; Pemahaman bersama bahwa kaum muda sudah tahu lebih banyak, karena itu sekolah dan para guru harus belajar dari kaum muda di sekolahnya; Perhatian ditekankan kepada pendidikan moral. Pendidikan moral dan etika harus diresapi dalam setiap bidang studi yang diajarkan kepada siswa-siswi

2.5   Sekolah Katolik pada Millenium Ketiga (12 Desember 1997)

Dokumen ini dipublikasikan pada tahun 1997. Memuat 21 nomor dan berbicara tentang situasi Sekolah Katolik menjelang millenium ketiga serta harapan-harapan dan tantangan oleh Sekolah pada millenium ketiga ini. Di dalamnya memuat keprihatinan dan harapan oleh para Uskup tentang banyak hal yang menjadi efek dari perkembangan yang terjadi.

Pada abad ketiga, pendidikan dan sekolah katolik ditemukan dalam berhadapan dengan penemuan-penemuan baru terutama dalam konteks sosial politik dan budaya. Secara khusus terjadi krisis nilai (terutama di negara-negara berkembang dan kaya), sarana komunikasi sosial yang semakin canggih, tersebarnya filsafat subyektivisme, relativisme moral dan nihilisme.
Selain itu pendidikan dan sekolah dihadapkan pada pluralisme dalam banyak hal: agama, budaya, pemikiran, dan lain-lain.

Perkembangan tekonologi informasi serta globalisasi, mendesak sekolah katolik untuk memikirkan bahwa ilmu pendidikan, yang sebelumnya dipusatkan pada studi anak dan persiapan menjadi guru, didorong untuk membuka diri kepada pendidikan pada tingkat usia yang berbeda, kepada perbedaan lingkungan dan situasi lain dari sekolah (sekolah harus melihat situasi di luar sekolah). Selain itu, dibutuhkan perubahan peran guru dari sebagai sumber pengetahuan kepada mediasi.

Karena itu, Kongregasi Tahta Suci Vatikan meminta agar kekhasan sebagai sekolah katolik harus tetap dipertahankan, melakukan penelitian-penelitian untuk perkembangan dan pertumbuhan sekolah, serta menjadikan sekolah katolik sebagai tempat pendidikan integral pribadi manusia melalui melalui sebuah program pendidikan yang jelas, dan didasarkan pada diri Kristus, dan membangun sebuah komunitas penddikan di sekolah.

Sekolah katolik harus menjadi “hati” dar Gereja Katolik. Kehadiran “wakil gereja” menjadi sangat penting untuk memotivasi sekolah dalam melalukan penelitian yang berkesinambungan.
Pemeliharaan proses pengajaran adalah cinta (Kebijaksanaan Keb. 6:7)
Sekolah katolik juga harus terlibat dalam pelayanan social dan dan membangun komunitas pendidikan komunitas di sekolah.

Sekolah katolik harus menjalin kerja sama dan membangun dialog dengan Negara atau pemerintah setempat dan bersama-sama dalam mengembangkan pendidikan bagi seluruh umat manusia.
Kerja sama itu harus didasarkan pada saling hormat menghormati, pengakuan yang resiprokal, dan untuk pelayanan umum.

Menghidupi gaya kependidikan di sekolah: sebagai komunitas pendidikan: melibatkan seluruh komponen dalam belajar dan tetap mengutamakan martabat orang muda sebagai pribadi yang utuh. Seluruh komponen bertugas untuk mengajar dan belajar.
Gereja setempat harus tetap mendukung kegiatan kependidikan di sekolah katolik sebagai sarana kehadirannya di dunia. Melalui sekolah Gereja menghadirkan Kristus yang menyelamatkan semua manusia dari ketidak-berdayaan, ketidak sanggupan dan dari ketidakmampuan yang ada.

2.6   Kaum Religius dan Misi di Sekolah (28 Oktober 2002)

Dokumen ini diplublikasikan pada thun 2002 dan dikhususkan kepada kaum religius katolik yang melayani di sekolah (baik publik maupun swasta). Dokumen ini terdiri dari 84 nomor.
Diawali dengan profil dari pribadi religius (imam, bruder, suster dan frater). Mereka dipanggil untuk melayani Gereja tidak hanya dalam hal doa-doa (pribadi dan komunitas) tetapi juga melayani masyarakat secara kongkrit, terutama juga melalui sekolah. Para religius tidak hanya berada di dalam Gereja tetapi juga berhadapan dengan dunia, dan karena itu kebutuhan Gereja dan dunia harus dijawab melalui keterlibatan aktif mereka.

Misi pendidikan dari pribadi religius jaman ini:
Mereka juga disebut sebagai pendidik yang dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah melalui dunia pendidikan sekolah. Pergilah, wartakanlah Injil kepada segenap makluk (Markus, 16,15);
Berhadapan dengan tantangan-tantangan jaman, kaum religius harus tetap memperhatikan nilai Kerajaan Allah (kasih, damai dan keadilan) yang harus tetap nampak dalam seluruh hidup dan tingkah laku mereka;
Keterlibatan kaum religius dalam dunia pendidikan adalah sebuah visi antropologis, di mana mereka tidak hanya berpikir dan berbicara dalam prospektif teologis melainkan juga antropologis – sosiologis – humanis dan praktis;

Panggilan kaum religius di sekolah: dipanggil untuk menemani kaum muda (dan semua orang) kepada YANG LAIN (transenden). Di sini ditekankan tentang menanggapi orang-orang yang ingin melihat Yesus. Kami ingin melihat Yesus … (Yohanes 12,21). Selain itu juga, tekanan pada sikap hormat menghormati yang dinamis;
Dalam kebersamaan di sekolah, dunia pendidikan, diperlukan sebuah pemahaman tentang dimensi relasional dalam menerapkan prinsip-prinsip dari komunitas pendidikan;

Kaum religius dan semua komponen dalam sekolah harus tahu bahwa belajar adalah sebuah perjalanan menuju Yang Lain, dan tidak hanya sebatas pada pembentukan inteligensi semata. Karena itu diperlukan sebuah penelitian yang berorientasi melihat arti terdalam dari belajar. Dan untuk mendukung ini, maka perlu diajarkan di sekolah katolik ilmu pendidikan agama, atau pelajaran agama;
Seluruh pendidik di sekolah dipanggil untuk membentuk dan membangun kehidupan bersama (vivere insieme). “…semua akan tahu bahwa kalian adalah murid-muridKu jika kalian saling mengasihi satu sama lain… (Yohanes 13,35); Sangat diperlukan penilaian kepada pribadi manusia. Dalam arti bahwa penghormatan kepada pribadi manusia harus ditekankan. Karena itu diperlukan “pertemanan yang dikhususkan kepada setiap siswa. Selain itu, memberi perhatian yang lebih kepada martabat perempuan dan panggilan mereka;

Menghargai kebudayaan setempat serta menyapa masyarakat melalui kegiatan budaya. Karena itu di sekolah, dibutuhkan pendidikan interkultural dan memperhatikan keberbedaan yang ada sebagai sebuah kekayaan bersama;
Melalui kaum religius, diusahakan agar sekolah katolik menyapa orang-orang miskin dan yang tidak mampu;
Menciptakan budaya damai dan mendidik kepada sikap damai yang berangkat dari hati. Ini hanya akan bisa, jika semua mau mendidik dirinya (educarsi) kepada hidup bersama.

2.7   Mendidik Bersama di Sekolah Katolik (8 November 2007)

Dokumen ini dipublikasikan pada tahun 2007 dan terdiri dari 56 nomor. Tujuan utama dari dokumen ini ialah bahwa sekolah katolik harus menciptakan sebuah suasana di mana semua komponen harus terlibat dalam pendidikan kaum muda, dan semua komponen harus saling mendidik. Di sekolah, semua komponen tugasnya sama, yaitu belajar dan mengajar.

Kebersamaan dalam misi pendidikan.
Gereja adalah kebersamaan umat Allah yang berziarah menuju Bapa dan di dalamnya memiliki sebuah misteri dari kebersamaan dan misi juga. Pentingnya pendidikan dalam kebersamaan dan kepada kebersamaan. Pentingnya kebersamaan dalam tugas mendidik dari kaum religius dan awam. Mereka harus secara bersama-sama membangun kebersamaan.

Sebuah rencana formasi untuk mendidik bersama.
Formasi profesional; Formasi teologis dan spiritual (kontribusi dari kaum religius kepada formasi yang terbagikan dan kontribusi kaum awam kepada formasi yang terbagikan); Formasi kepada semangat bersama untuk bersama-sama mendidik; dan menjadikan sekolah sebagai komunitas yang terbuka kepada satu sama lain.

3.   Catatan Penutup dan Refleksi

Dari seluruh dokumen yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa pokok pemikiran yang hendak ditekankan dan menjadi pilar-pilar utama dalam kehidupan dan eksistensi sekolah katolik.
Seluruh aktivitas pendidikan yang ada di seluruh sekolah katolik ialah didasarkan pada tugas utama Gereja, yaitu MENGAJAR. Tugas mengajar diterima Gereja dari Guru Utama yaitu Yesus Kristus, dan Gereja mempercayakan kepada kaum religius dan awam dalam salah satu bentuk kerasulan kategorial, yaitu sekolah dan pendidikan.

Gereja hadir di dunia melalui karya pendidikan. Sejak awal, dalam dokumen Gravissimum Educationis dan juga pada dokumen-dokumen selanjutnya, Gereja telah bertekat dan berkomitmen untuk terlibat dalam dunia pendidikan/sekolah. Pendidikan dilihat sebagai aspek penting dalam proses pemanusiaan manusia. Misi ini telah dibawa oleh Yesus dalam membangun Kerajaan Allah: membuat orang buta melihat, membuat orang tuli mendengar, membuat orang lumpuh berjalan dan membuat orang mati hidup. Melalui pendidikan, Gereja melanjutkan misi Yesus Kristus ini melalui pendidikan.

Pendidikan adalah hak asasi setiap orang. Pendidikan bukan hanya diperoleh kepada mereka yang mampu secara ekonomis, tetapi menjadi hak dasar setiap manusia. Namun dalam hal ini, Gereja menekankan bahwa pendidikan harus lebih mengutamakan mereka yang berasal dari golongan lemah, tidak mampu, miskin.
Kegiatan pendidikan di sekolah harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat, baik secara intelektual maupun dalam aspek-aspek lainnya seperti politik, sosio-kultural dan spiritual. Karena itu dimensi kognitif, relasi sosial, afektif dan spiritual harus selalu berjalan beriringan dalam seluruh tindakan pendidikan.
Keberhasilan sebuah program pendidikan dapat terjadi jika semua komponen secara bersama-sama (awam dan religius, katolik dan non katolik, guru dan siswa, dll) harus secara bersama membangun “hidup bersama” yang disebut dengan “komunitas pendidikan”.


By. Sergius Lay, OFMCap.-

Teluk Dalam, Awal Desember 2013
Email: giuslay.zone@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...