Mzr, 23
Bacaan Kedua, Rom 1,1-7
Bacaan Injil, Mat, 1,18-24
MIMPI YANG MENYELAMATKAN
EXORDIUM:
Setiap jenis kehidupan diawali dengan mimpi dan berakhir
dengan mimpi. Untuk mendapatkan pekerjaan, kita akan memulai dengan mimpi,
untuk membentuk sebuah keluarga baru kita memulainya dengan mimpi. Untuk bisa menjadi seorang yang sukses, kita memulai
dengan mimpi. Tetapi kita juga tahu dan juga tidak akan tahu akan berakhir
sampai di mana mimpi kita itu. Bermimpi adalah sebuah ketidakpastian, dan orang
sering mereka-reka apakah arti dari segala mimpi itu. Walaupun demikian, hidup
kita ke masa depan adalah sebuah mimpi karena kita tidak tahu akan berakhir
sampai di mana.
CORPUS
Allah dan manusia punya mimpi
Allah kita punya mimpi dan semua manusia punya mimpi. Bacaan-bacaan
Kitab Suci kita pada hari Minggu Adven ke-empat ini menampilkan mimpi-mimpi
yang dimiliki oleh Allah dan manusia itu.
Nabi Yesaya dalam Bacaan Pertama, mempunyai sebuah mimpi
bahwa setelah melihat perpecahan dalam keluarga Raja Ahas, terutama karena
tidak ada seorang putra yang dilahirkan untuk melanjutkan tampuk pemerintahan,
maka dia tidak ingin meminta dan mencobai Yahwenya, tetapi dia memasrahkan diri
kepada Yahwe. Biarlah Yahwe yang mengatur hidupnya dan dia berusaha untuk taat
kepada Yahwe itu. Melihat situasi yang terjadi, maka tampilah Nabi Yesaya
mengatakan bahwa, Raja Ahas dan bangsa Israel harus tahu bahwa di antara kesengsaraan
yang sedang dimiliki bangsa Israel akan lahir seorang Raja Besar dari seorang
perawan dan yang akan lahir itu namanya ialah “Immanuel” yang berarti: “Allah
berserta kita”. Inilah mimpi nabi Yesaya, yang dia terima dari Allah sendiri
dan dia katakan kepada Raja Ahas dan bangsa Israel.
Mimpi Nabi Yesaya itu terealisasi dalam Perjanjian Baru
seperti dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Paulus mengatakan
bahwa yang diramalkan atau dimimpikan Yesaya itu ialah Yesus Kristus, karena
Dia berasal dari keluarga Daud sendiri, Tunggul Isai, dan Dia adalah Putera
Allah.
Sejarah Keselamatan diawali dengan mimpi
Sejarah Keselamatan diawali dengan mimpi
Seluruh sejarah keselamatan sungguh-sungguh diawali
dengan mimpi. Tuhan sudah bermimpi untuk menciptakan dunia dan segala isinya,
dan setelah itu, ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah mulai memikirkan
bahwa manusia tidak boleh jatuh atau mati karena dosanya. Mereka harus hidup
seperti yang diinginginkan-Nya. Maka Allah mengutus para nabi dan pada saatnya
mengutus Putra-Nya sendiri untuk menyelamatkan manusia dari keterjatuhannya
karena dosa kesombongan.
Mimpi yang terealisasi
Setelah tidak taat kepada para nabi, Allah nampaknya
tidak sabar lagi untuk mengutus Putranya sendiri untuk menyelamatkan mereka. Karena
itu, Allah bermimpi untuk mengutus Anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan mereka.
Maka lahirlah Yesus, sang Immanuel, “Allah beserta kita”. Kisah kelahiran Yesus
dalam Injil Matius menjadi realisasi kongkrit dari mimpi-mimpi para Nabi dalam
Perjanjian Lama. Yesus sungguh lahir dari Roh Kudus dan dikandung oleh seorang
perawan yang bernama Maria dan yang sedang bertunangan dengan Yusuf dari
keluarga Daud.
Tekanan Matius dalam Injilnya ialah peranan Yusuf
(sedangkan dalam Lukas, tekanannya ialah peranan Maria). Mimpi Yusuf untuk
tidak menceraikan Maria itu diterima dari Tuhan, melalui malaikat. Untuk
merealisasikan mimpi itu, maka Yusuf juga berpikir positif dengan tidak membuat
Maria menjadi malu dan tetap mendengar kata Tuhan untuk tidak menceraikan
Maria.
CONCLUSIO
Yusuf: model hidup beriman kita
Yusuf tahu bahwa jalan terbaik mengartikan mimpinya ialah
dengan menceraikan Maria secara diam-diam agar tidak membuat Maria malu. Tetapi
setelah bermimpi, Yusuf justru tidak melakukannya, melainkan melakukan apa yang
diingini oleh Allah. Dalam ketidakmengertiannya dan dalam kepasrahannya, Yusuf
menyerahkan semuanya kepada kehendak Tuhan, biarlah terjadi seperti apa yang
dikehendaki Tuhan, yaitu dengan mengambil Maria sebagai istrinya.
Cara Yusuf dalam mengambil keputusan ini, juga mengajak
kita untuk mencoba mengembangkan sebuah sikap menafsirkan mimpi secara positif,
dalam arti bahwa mencoba mengartikan mimpi sebagai kehadiran Allah dan sapaan
Allah dalam hidup kita. Ketika kita bersalah atau keliru dalam mengambil jalan “simpang”,
Tuhan mengajak kita untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Hanya saja,
apakah kita ingin mendengar-Nya atau justru kita akan berusaha memaksa diri
untuk melakukan apa yang kita mau?
Yusuf memberikan teladan untuk para bapak dan untuk kita
semua, untuk tidak gampang atau begitu saja mencemarkan nama baik sesama kita,
untuk tidak begitu saja menuduh orang lain sebagai yang salah, untuk mencoba
menekankan dan menyuburkan sikap menghormati orang lain di dalam rumah tangga,
di dalam komunitas, untuk mencoba menceritakan hal-hal baik tentang orang lain.
Inilah jenis pertobatan kita pada hari Minggu Adven keempat ini.
Inilah mimpi Allah, dan mimpi Allah itu menjadi bagian
dari mimpi Yusuf, dan semoga pada waktu dan tempatnya, menjadi mimpi kita bahwa
kita terlibat dalam sejarah keselamatan, dengan mengambil perasaan Yusuf, jalan
pikiran Yusuf dan tindakan Yusuf menjadi perasaan, jalan pikiran dan tindakan
sendiri, terutama dalam relasi kita dengan semua orang yang hidup di sekitar
kita dan yang kita jumpai setiap hari dan setiap saat.
Yusuf, sebagai seorang suci dan beriman, sebelum
bertindak, dia mempertimbangkan secara matang dan taat sepenuhnya pada kehendak
Allah, kendati menginginkan hal lain yang dia kehendaki. Kesadaran akan
pertimbangan inilah yang seharusnya juga kita miliki; bukan asal putuskan,
bukan asal eksekusi, tetapi dipertimbangkan menurut kehendak Allah dan menurut
asas kebenaran, keadilan dan kebaikan bagi banyak orang…
Telukdalam, 21 Desember 2013
Email: giuslay.zone@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar