Kamis, 19 Desember 2013

Minggu Adven IV - 2013 (A)

Bacaan Pertama, Yes, 10-14
Mzr, 23
Bacaan Kedua, Rom 1,1-7
Bacaan Injil, Mat, 1,18-24

MIMPI YANG MENYELAMATKAN

EXORDIUM:
Setiap jenis kehidupan diawali dengan mimpi dan berakhir dengan mimpi. Untuk mendapatkan pekerjaan, kita akan memulai dengan mimpi, untuk membentuk sebuah keluarga baru kita memulainya dengan mimpi. Untuk bisa menjadi seorang yang sukses, kita memulai dengan mimpi. Tetapi kita juga tahu dan juga tidak akan tahu akan berakhir sampai di mana mimpi kita itu. Bermimpi adalah sebuah ketidakpastian, dan orang sering mereka-reka apakah arti dari segala mimpi itu. Walaupun demikian, hidup kita ke masa depan adalah sebuah mimpi karena kita tidak tahu akan berakhir sampai di mana.

CORPUS
Allah dan manusia punya mimpi
Allah kita punya mimpi dan semua manusia punya mimpi. Bacaan-bacaan Kitab Suci kita pada hari Minggu Adven ke-empat ini menampilkan mimpi-mimpi yang dimiliki oleh Allah dan manusia itu.
Nabi Yesaya dalam Bacaan Pertama, mempunyai sebuah mimpi bahwa setelah melihat perpecahan dalam keluarga Raja Ahas, terutama karena tidak ada seorang putra yang dilahirkan untuk melanjutkan tampuk pemerintahan, maka dia tidak ingin meminta dan mencobai Yahwenya, tetapi dia memasrahkan diri kepada Yahwe. Biarlah Yahwe yang mengatur hidupnya dan dia berusaha untuk taat kepada Yahwe itu. Melihat situasi yang terjadi, maka tampilah Nabi Yesaya mengatakan bahwa, Raja Ahas dan bangsa Israel harus tahu bahwa di antara kesengsaraan yang sedang dimiliki bangsa Israel akan lahir seorang Raja Besar dari seorang perawan dan yang akan lahir itu namanya ialah “Immanuel” yang berarti: “Allah berserta kita”. Inilah mimpi nabi Yesaya, yang dia terima dari Allah sendiri dan dia katakan kepada Raja Ahas dan bangsa Israel.
Mimpi Nabi Yesaya itu terealisasi dalam Perjanjian Baru seperti dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Paulus mengatakan bahwa yang diramalkan atau dimimpikan Yesaya itu ialah Yesus Kristus, karena Dia berasal dari keluarga Daud sendiri, Tunggul Isai, dan Dia adalah Putera Allah.

Sejarah Keselamatan diawali dengan mimpi
Seluruh sejarah keselamatan sungguh-sungguh diawali dengan mimpi. Tuhan sudah bermimpi untuk menciptakan dunia dan segala isinya, dan setelah itu, ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah mulai memikirkan bahwa manusia tidak boleh jatuh atau mati karena dosanya. Mereka harus hidup seperti yang diinginginkan-Nya. Maka Allah mengutus para nabi dan pada saatnya mengutus Putra-Nya sendiri untuk menyelamatkan manusia dari keterjatuhannya karena dosa kesombongan.

Mimpi yang terealisasi
Setelah tidak taat kepada para nabi, Allah nampaknya tidak sabar lagi untuk mengutus Putranya sendiri untuk menyelamatkan mereka. Karena itu, Allah bermimpi untuk mengutus Anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan mereka. Maka lahirlah Yesus, sang Immanuel, “Allah beserta kita”. Kisah kelahiran Yesus dalam Injil Matius menjadi realisasi kongkrit dari mimpi-mimpi para Nabi dalam Perjanjian Lama. Yesus sungguh lahir dari Roh Kudus dan dikandung oleh seorang perawan yang bernama Maria dan yang sedang bertunangan dengan Yusuf dari keluarga Daud.
Tekanan Matius dalam Injilnya ialah peranan Yusuf (sedangkan dalam Lukas, tekanannya ialah peranan Maria). Mimpi Yusuf untuk tidak menceraikan Maria itu diterima dari Tuhan, melalui malaikat. Untuk merealisasikan mimpi itu, maka Yusuf juga berpikir positif dengan tidak membuat Maria menjadi malu dan tetap mendengar kata Tuhan untuk tidak menceraikan Maria.


CONCLUSIO
Yusuf: model hidup beriman kita
Yusuf tahu bahwa jalan terbaik mengartikan mimpinya ialah dengan menceraikan Maria secara diam-diam agar tidak membuat Maria malu. Tetapi setelah bermimpi, Yusuf justru tidak melakukannya, melainkan melakukan apa yang diingini oleh Allah. Dalam ketidakmengertiannya dan dalam kepasrahannya, Yusuf menyerahkan semuanya kepada kehendak Tuhan, biarlah terjadi seperti apa yang dikehendaki Tuhan, yaitu dengan mengambil Maria sebagai istrinya.
Cara Yusuf dalam mengambil keputusan ini, juga mengajak kita untuk mencoba mengembangkan sebuah sikap menafsirkan mimpi secara positif, dalam arti bahwa mencoba mengartikan mimpi sebagai kehadiran Allah dan sapaan Allah dalam hidup kita. Ketika kita bersalah atau keliru dalam mengambil jalan “simpang”, Tuhan mengajak kita untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Hanya saja, apakah kita ingin mendengar-Nya atau justru kita akan berusaha memaksa diri untuk melakukan apa yang kita mau?
Yusuf memberikan teladan untuk para bapak dan untuk kita semua, untuk tidak gampang atau begitu saja mencemarkan nama baik sesama kita, untuk tidak begitu saja menuduh orang lain sebagai yang salah, untuk mencoba menekankan dan menyuburkan sikap menghormati orang lain di dalam rumah tangga, di dalam komunitas, untuk mencoba menceritakan hal-hal baik tentang orang lain. Inilah jenis pertobatan kita pada hari Minggu Adven keempat ini.
Inilah mimpi Allah, dan mimpi Allah itu menjadi bagian dari mimpi Yusuf, dan semoga pada waktu dan tempatnya, menjadi mimpi kita bahwa kita terlibat dalam sejarah keselamatan, dengan mengambil perasaan Yusuf, jalan pikiran Yusuf dan tindakan Yusuf menjadi perasaan, jalan pikiran dan tindakan sendiri, terutama dalam relasi kita dengan semua orang yang hidup di sekitar kita dan yang kita jumpai setiap hari dan setiap saat.


Yusuf, sebagai seorang suci dan beriman, sebelum bertindak, dia mempertimbangkan secara matang dan taat sepenuhnya pada kehendak Allah, kendati menginginkan hal lain yang dia kehendaki. Kesadaran akan pertimbangan inilah yang seharusnya juga kita miliki; bukan asal putuskan, bukan asal eksekusi, tetapi dipertimbangkan menurut kehendak Allah dan menurut asas kebenaran, keadilan dan kebaikan bagi banyak orang…

Telukdalam, 21 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RETREAT TAHUNAN KAPAUSIN KUSTODI GENERAL SIBOLGA 2023

  Para saudara dina dari Ordo Kapusin Kustodi General Sibolga, pada tanggal 6 s/d 10 Noveember 2023, mengadakan retreat tahunan yang dilaksa...